Minggu, 21 Oktober 2012

Tanah Kering





Sepertinya Sari ingin melihat keindahan bulan di langit malam selepas melaksanakan shalat tarawih di mesjid terdekat, walau purnama belum menampakan diri hanya bintang bertaburan berkerlap-kerlip di langit, sedang bulan tetap saja masih malu-malu bersembunyi dibatas tabir langit malam, kadang muncul menampakan diri dibalik awan walau wujudnya tampak belum sempurna. Semilir angin sejuk berhembus dari celah jendela kamar dibiarkannya mengalir leluasa memasuki kisi-kisi ruang kamar menyegarkan tubuh yang berada didalamnya .

“Lihat itu Mas, bintang dilangit, dirinya membentuk rasi menyerupai apa yang kita yakini sebagai horoskop, kerlipnya memancarkan sinar yang tampak samar, disamping itu ada juga bintang penyendiri yang nampak jelas bersinar, sangat pantas bintang ini dipakai sebagai pedoman bagi pelaut untuk menentukan arah kemudi perahunya agar dapat berlayar mengarungi samudra luas, menghindar terlunta-lunta tanpa tujuan”.

“Sejak tahun 150 M Ptolomeus berhasil membagi rasi bintang menjadi berkelompok-kelompok di langit luas, rasi bintang mempunyai nama dan mereka menempati posisi di kerajaanya masing-masing tanpa berubah sejak berabad abad lampau, indah sekali dan melapangkan ketika hati sedang gundah”. Ujar Romli penuh antusias menyambut percakapan ringan bersama isterinya

“Nampaknya bintang menjadi pavoritmu untuk melarikan diri dari perasaan gundah, apakah demikian menurutmu Mas ? “.

“Bukan itu maksud Mas, hanya sebuah gaya bahasa saja yang sering di ekspresikan penyair ketika melihat bintang bertaburan di langit dihubungkan dengan kehidupan umat manusia pada umumnya, Kenapa kau tanyakan itu Sari ?. Disamping itu, bukankah kau tahu, masih banyak yang percaya bahwa horoskop dapat memberikan ramalan kehidupan dalam seminggu kedepan, juga masih ada yang beranggapan bahwa ketika memanjatkan keinginan bersamaan dengan seberkas cahaya berkelebat yang diyakini sebagai bintang jatuh, maka harapannya akan terkabulkan”.

“Aku berharap malam ini ada bintang yang kebetulan jatuh mas, akan kupanjatkan keinginanku, kira-kira keinginan kuat apa yang diharapkan Mas malam ini ?”

“Semenjak teknologi pengideraan benda-benda langit ditemukan ternyata itu hanya meteor saja kan, benda langit yang kebetulan terperangkap masuk kedalam atmosfir bumi kemudian tertangkap oleh mata telanjang ketika melintas dalam batas pandang, itulah yang kita lihat dan masih banyak yang percaya sebagai bintang jatuh”.

“Kalau begitu akan kupanjatkan saja keinginan Sari dengan hanya memohon kepadaNya”.

“Itu lebih baik, daripada berharap kepada benda hasil ciptaaNya, memohon langsung kepada Pencipta semesta alam akan lebih afdol”. Ujar Romli sambil melirik Isterinya.

“Sari merasa putus asa mas”.

“Lhaaa ada apa dengan mu Sari, putus asa bukan ciri seseorang yang selalu mempunyai keinginan untuk memanjatkan do’a kepada Tuhan, putus asa bukan sifat khas dari seorang Sari yang kuketahui semenjak mas mengenalmu saat kita masih pacaran dulu sampai dengan sekarang, Kau selalu gigih ketika menuntut ilmu dan dengan sabar juga kau lalui masa sulitmu sehingga dapat meraih apa yang kau cita-citakan dalam meraih gelar kesarjanaanmu. Malam sudah merambat, sudah saatnya untuk tidur, besok lagi saja dilanjutkan cengkrama kita”. Sari membiarkan Romli suaminya menutup jendela kaca kamarnya, gordengnya dibiarkan terbuka, masih nampak kerlip benda langit menyinari malam indah.

“Kau harus cukup istirahat Sari, besok tentunya akan sibuk mempersiapkan sahur kita”. Suara Romli terdengar samar diantara tangisan bayi dari rumah sebelah dan hiruk pikuk suara beduk yang dipukul anak-anak. Sari menghela napas panjang sementara tubuhnya masih memposisikan diri berbaring terlentang, kedua tangannya menyangga bagian belakang kepalanya, rambutnya yang ikal mayang tersisir rapi dibiarkan tergerai.


Rentetan suara beduk masih terdengar lamat-lamat di pukul bertalu-talu oleh anak-anak, sesekali meriuhkan disekitar rumah-rumah segera saat mereka melintas dihalaman menyambut dimulainya awal bulan ramadhan.

“Nampaknya mereka masih semangat menapak awal bulan suci Ramadhan dengan keriangan ala mereka, Mas tentunya mempunyai kenangan tersendiri tentang keriuhan ini, tentang beduk yang di pukul anak-anak ? ”.

“Di kampung Mas, seperti biasanya sejak menapak awal bulan Ramadhan merupakan masa yang paling menggembirakan bagi anak-anak, mereka tanpa lelah mengarak beduk mesjid yang disandarkan dalam gerobak kecil, didorong beramai-ramai keliling kampung sambil ditabuh secara bergiliran tanpa henti, Mas masih ingat waktu jaman masih kecil dulu, ketika awal Ramadhan tiba maka suasana seperti ini merupakan waktu yang amat dinantikan demi keriangan menyambut bulan yang penuh berkah”. Ujar Romli sambil membaringkan diri memposisikan dirinya berjajar dengan isterinya, terlentang menengadah memandang langit dikejauhan melalui bingkai jendela kamarnya.

“Teramat berkesan bagi masa kecilmu tentunya ya kan Mas”, ujar Sari, tatapannya masih memandang langit berhiaskan bintang walau sesekali tertutup awan.

“Masa kanak-kanak adalah masa terindah dalam hidup, itu sangat dimaklumi oleh setiap orang tua di kampung, apalagi ketika bulan Ramadhan seperti saat ini, para orang tua akan membiarkan anak laki-lakinya keliling kampung demi menyambut bulan istimewa. Dan kebiasaan ini akan diulang pada dini hari saat menjelang waktu sahur tiba, peristiwa lumrah yang barangkali menjadi budaya di seluruh wilayah Indonesia”. Romli menatap isterinya, sari masih memandang kosong langit di kejauhan.

“Sudahlah Sari, sisakan cengkerama kita untuk besok, malam sudah menjelang larut, sudah saatnya sekarang untuk tidur, hawa dingin malam disertai kurang tidur tidak baik bagi kesehatan apalagi disaat menyambut puasa besok, lebih baik ditutup saja gordengnya”. Ujar Romli berusaha memberi pengertian kepada isterinya.

Romli beranjak menuju jendela kamarnya, menutup rapat gordeng, tetapi Sari tetap tidak terusik tubuhnya masih berbaring terlentang ditempat tidur, suara tangisan bayi kembali terdengar dari rumah sebelah menyisakan suasana hening sejenak.

“Mas sungguh perhatian”.

“Tumben kau mengatakan itu, Sejak kapan kau sadar bahwa Mas memang memperhatikanmu, bukankah semenjak kita pacaran dulu aku selalu menaruh perhatian kepadamu”. Ujar Romli tersenyum genit pandangannya kali ini dialihkan menatap heran wajah perempuan disampingnya. Terkaget kala melihat ada butir air bening disudut mata isterinya, butiran tersebut jatuh kemudian menghilang terserap bantal penyangga kepalanya.

“Kau sakit Sari”, Romli berusaha beranjak dari tempat tidur tangannya bergerak hendak mencoba meraih obat yang biasa disimpan dekat meja disamping tempat tidur.

“Suara tangisan bayi itu Mas”, ujar sari, berusaha menggapai tubuh suaminya mencegah agar tidak beranjak dari sisinya

“Barangkali terganggu suara beduk”.

“Tentunya Mas mempunyai seberkas harapan dari lubuk hati yang paling dalam, bukankah sedari dulu hal tersebut Mas dambakan dari Sari, bukankah begitu Mas ?”.

“Ooaalah… itu toh yang kamu pikirkan, kenapa yang itu saja yang selalu kau pikirkan Sari, okay kalau begitu kita buat rencana kedepan untuk selalu romantis disetiap malamnya”, ujar Romli mencoba menghibur isterinya yang sedang gundah.

“Tidak lucu”… Sari membalas godaan genit suaminya, bibirnya sedikit tersungging tetapi tetap saja seperti ada yang tersembunyi dalam hatinya.

“Mas kan tahu masa perkawinan kita sudah menjelang lima tahun, sudah berusaha memeriksakan diri ke beberapa Dokter terkenal baik di dalam maupun luar kota, hasilnya tetap nihil. Sari tidak dapat memberikan apa yang diharapkan Mas”.

“Sudahlah Sari, Tetaplah ber do’a kepadaNya, Allah Maha Pemberi, barangkali itu yang terbaik buat kita tanpa kita sanggup untuk mengetahui sebabnya, kita selalu tetap berdua saja dalam menjalani hari bagi mas sudah cukup bahagia. Tidurlah Sari, malam sudah menjelang larut”.

-=o0o=-

Kumandang takbir diiringi suara beduk yang ditabuh bertalu-talu membawa suasana ceria disekitar rumah Romli, selepas Sholat Iedul Fitri dilaksanakan anak-anak diluar sana ramai berceloteh, suasana gembira terpancar di wajah-wajah mereka, pakaiannya tampak serba baru, bersalaman kepada setiap orang yang ditemui menghiasi hari kemenangan. Hari Raya Iedul Fitri telah tiba setelah sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa.

Suasana gembira dari lingkungan sekitar juga dirasakan didalam rumah Romli beserta isterinya. Semenjak tiga hari yang lalu suasana rumah diramaikan oleh tawa dan tangisan bayi laki-laki mungil menambah nuansa riang diantara kesibukan keduanya mengganti popok dan mempersiapkan susu untuknya. Walaupun bayi itu bukan berasal dari rahimnya sendiri, Sari beserta Romli demikian perhatian memelihara bayi mungil yang ditinggal oleh Almarhum kedua orang tuanya, dipelihara di panti asuhan untuk kemudian di adopsi dengan suka cita oleh mereka.


Kehadiran seorang anak, baik berasal dari kandungan sendiri atau hasil adopsi tetap saja sebagai titipan Allah yang harus dijaga sebagai amanah selain menambah suasana ceria layaknya memiliki perhiasan dalam mahligai rumah tangga bagi setiap orang tua yang memeliharanya.