Minggu, 17 November 2013

TEDUH



Rindu itu telah lama beku menjadi batu menjadi fosil 
menjadi hidup tanpa larik, tanpa musik, tanpa syair untuk bernyanyi
bersidekap diantara deru dan badai
terkesiap  setiap lirik memindai

akrabmu adalah badai topan
candamu ombak bergulung tinggi kemudian ganas menghempas
saat sebelumnya rindang mampu melindungi terik diteduhnya
kau malah berlari, menjauh dari dekap dan lambainya

berkelebat yang tidak terduga sebelumnya
saat semilir itu mengabarkan tentang sebuah rindu yang lelah
yang menunggu tanpa batas tanpa syarat
tanpa ada sesuatu pun dapat menghalangi, tanpa perlu dibayar meski dengan janji

terlihat senja masih menyimpan teduh
membawamu ke suasana lunglai luruh
derai tawamu pun terbata menyimpan tangis berlabuh rindu
gerimis tak tertata luber menghapus dahaga yang lama kemarau

dalam rukuk sujudmu mebasahi jemari kaki yang telah renta
yang ditelapaknya tersimpan maaf sedalam, seluas samudra
Suaramu lirih menyebut satu kata pelebur dosa penghapus nista

IBU…

Yang Terampas



Di suatu pagi, pada akhir musim kemarau bersamaan dengan rintik hujan pertama menyentuh tanah desanya, seharusnya ia sudah mengambil untung dari hasil penjualan kambing jantan yang telah besar dan layak untuk menjadi hewan qurban setelah selama setahun dipelihara, namun musibah penyakit mulut dan kuku merebak di desanya. Saat ini sang petani telah menyerahkan tanahnya untuk membayar utang kepada tuan tanah sesuai janji yang pernah di ucapkannya, kini di lahan bekas miliknya Ia hanya sebatas sebagai penggarap saja tanpa mempunyai hak untuk memiliki, ketika musim panen tiba pun hasil sawahnya di bagi dua, sebagian adalah haknya dari hasil keringat yang tertumpah, sebagian lagi menjadi hak tuan tanah sebagai jatah si pemilik tanah sawah yang baru.
Anak gadis satu-satunya yang baru berumur empat belas tahun tiba-tiba saja menghilang, ia tidak sudi menjadi isteri ke tiga dari bandot tua yang sekaligus telah merampas hak milik orang tua satu-satunya. Lari dari rumah merupakan jalan terbaiknya, di kota ia dapat bekerja dan upah yang dikumpulkan barangkali bisa mengembalikan hak milik orang tuanya.

Selama empat tahun sudah berlalu, dengan dandanan sedikit menor, berambut pirang, ber celana jin ketat, berbaju warna-warni dan berkacamata hitam besar, Ia telah kembali ke desanya dengan menenteng tas berisi beberapa gepok uang ratusan ribu. Namun rumah serta tanah sawahnya kini sudah berubah menjadi gedung bertingkat.

Lahan sawah dan kedua orang tuanya telah lama mati.
Top of Form