Selasa, 26 Mei 2015

The HUMBLING Sebagai Film Bertemakan Penyakit Kejiwaan Yang Memukau.





 


Jika ingin mengetahui yang bagaimanakah akting yang keren itu? Maka jawabannya adalah peran-peran yang dibawakan oleh Al Pacino, khususnya dalam film anyarnya yaitu THE HUMBLING. Di film tersebut aktor “bajingan” gaek  jenius ini  sangat memukau sekali  memerankan Simon Axler.


Seperti seorang yang mengalami masalah penuaan diri dan merasa tidak mungkin seproduktif lagi dibanding ketika dirinya masih belia, Sang aktor kawakan ini beberapa kali mencoba bunuh diri dalam menghayati peran-peran terakhirnya di panggung Broadway, semua usahanya tersebut selalu berujung  kegagalan. Ia dinyatakan positif menderita gangguan kejiwaan oleh dokter pribadinya. Ia kini merasa  sunyi dari peran-peran menantang,  apalagi ia telah pernah mengenyam sebagai aktor sangat terkenal, dipuja banyak orang, pujian yang melambungkan namanya akibat beberapa kritikus film dan teathre yang selalu memberikan ranking teratas disetiap pertunjukannya, maka mantan aktor ini seolah mengalami semacam kelainan psikologi akut, sering melakukan dialog imajiner antara dirinya dengan lawan mainnya yang tidak lain adalah dirinya sendiri  juga, ngomong sendiri yang tidak ada ujung pangkalnya ketika mengingat peristiwa yang pernah dilakukan sebelumnya, terutama setelah kehadiran seorang gadis muda bernama Pegeen. Pegeen ujug-ujug hadir dalam masa kekacauan post power syndromnya. Mengaku sebagai anak dari seorang teman mainnya Sang aktor  dalam sebuah pertunjukan Broadway yang cemerlang, gadis yang bermasalah karena mengidap kecenderungan perilaku sex menyimpang, berhaluan Lesbianisme dengan orientasi seksualnya  lebih tertarik kepada sesama jenisnya ini, ia mengaku selama ini hanya berhubungan intim dengan beberapa pacar wanitanya saja.


Ketika umurnya sedang mengalami  peralihan  dari anak-anak ke masa remaja yaitu sekitar  berumur 8 tahunan, ia pernah diberikan hadiah sebuah cincin yang indah oleh aktor kondang ini.  Hadiah yang  diterima oleh anak perempuan menjelang dewasa tersebut justru melambungkan  imajinasinya, ia malah beranggapan layaknya sudah  sebagai gadis remaja. Perasaan yang menyiksa batinnya karena terperangkap oleh asmara yang tidak tersampaikan telah dibawanya sampai  belasan tahun lamanya. Ketika  sudah menanggung perasan asmara yang menguasai kehidupan remajanya selama  16 tahun, akhirnya keberaniannya timbul untuk menemui sang aktor hebat tersebut karena kini ia sudah benar-benar dewasa dan sang aktor sudah gaek berumur  65 tahun dan tidak sesibuk dulu lagi.


Selain berhubungan dengan perempuan aneh bernama Pegeen ini.  Axler juga selalu didatangi oleh perempuan lain yang pernah ia kenal  dalam sebuah ruangan  konseling penderita kelainan kepribadian dalam suatu  bimbingan seorang psikolog kawakan. Adalah Sybil mantan sesama penderita kelainan kepribadian, ia selalu menguntit sang mantan aktor terkenal  kemanapun pergi, walaupun Axler akhirnya berusaha mengusirnya secara halus dalam kehidupan pribadinya. Sybil mengharapkan Agar Axler bersedia  untuk membunuh suaminya yang dianggapnya telah berlaku tidak senonoh dengan anak perempuannya sendiri yang masih bayi, tentu saja dengan imbalan uang yang sangat tinggi.


Darah Axler  mendidih walaupun kemudian mencoba dengan bahasa aktornya untuk menolak keinginan Sybil. Carilah pembunuh bayaran profesional bukan aku yang hanya pandai berprofesi sebagai aktor, ujarnya kalap ketika akhirnya ia berhasil menolak mentah-mentah keinginan perempuan tersebut.  Alasan perempuan gila tersebut memilih Axler untuk membunuh suaminya, karena beranggapan bahwa dengan kepiawaian perannya sebagai aktor jempolan akan sempurna bermain watak dan beralibi ketika berhubungan dengan pihak penegak hukum.


Akhirnya Sybil membunuh suaminya dengan tangannya sendiri yang kemudian berhasil ditangkap Polisi. Tak urung polisi kemudian menginterogasi  Aktor yang sudah pensiun itu, karena dianggapnya pernah memberikan saran berbau kriminal kepada Sybil.


Beberapa perempuan datang  dan pergi menghampiri kehidupan Axler,  seorang perempuan berkulit hitam  yang kondisi tubuhnya  sudah menjalani operasi total sehingga menganggap dirinya sudah menjadi seorang lelaki tulen,  ia merasa sangat layak menjadi kekasih Pegeen daripada menjalin asmara dengan lelaki tua mantan aktor besar tersebut. Namun ternyata Pegeen menolak untuk kembali berhubungan dengan Priscila yang dulunya merasa sangat nyaman ketika ia benar-benar seorang perempuan tulen,  kini  sesudah dadanya rata dan ber alat kelamin palsu akibat operasi  besar-besaran yang memakan nyali dan dana yang tidak sedikit  kemudian namanya juga kini berganti menjadi  Prince. Sungguh suatu hubungan  yang hanya mendapatkan sensasi menggelikan, ujar Pegeen.


Sedangkan Axler  yang dianggap sudah menjadi kekasih sejatinya Pegeen, selalu saja ia datang  dan menginap di rumah Axler. Tentu saja  Ibunya yang mengetahui bahwa anaknya yang sangat  intim berhubungan dengan bekas teman mainnya dalam sebuah karya theatre, serta merta menentangnya, melarangnya untuk berhubungan dengan anaknya  yang menurutnya selain Pegeen mempunyai kelainan psikologis, hubungan tertaut selisih umur yang berbeda  jauh ini merupakan jalinan asmara yang teramat tidak sehat bagi kedua belah pihak .


Axler merasa tidak nyaman dengan pernyataan ibunya  Pegeen, ia  sudah dewasa dan berhak untuk menentukan jalannya sendiri. Selanjutnya ia  berusaha menanyakan bukti autentik  darimana Ibunya Pegeen mengetahui bahwa anaknya mengalami kelainan psikologis selain ia kini menjadi  seorang heteroseksual.


Karena aku adalah ibunya, aku ibunya yang pernah mengandung dan memeliharanya  sejak bayi hingga dewasa yang tentu saja mengetahui secara detail seluk beluk tentang sifat anaknya. Kemungkinan juga ia menganggap bahwa Pegeen mengidap penyakit kelainan bawaan, Ujar ibunya penuh emosi, Lambat laun Axler akan mengetahuinya sendiri.


Pernyataan Ibunya Pegeen ini yang membuat saya penasaran karena sampai akhir film pun tidak mendapatkan jawabanya, selain Pegeen kini menjadi seorang heteroseksual, tetapi di luar itu ia berperilaku normal seperti layaknya perempuan remaja lainnya, bekerja sebagai dosen seni dan theatre di universitas terkenal,  pergaulannya pun sangat  luas di berbagai kalangan.


Namun jika berbicara inkonsistensi kepribadian  film ini memang bercerita di wilayah demikian, Pegeen memelihara kepribadiannya yang menyimpang sebagai lesbian walaupun ia tidak bisa meninggalkan Axler. Ibunya Pegeen yang sekuat tenaga menentang hubungan antara Axler dan Pegeen  tidak secara terus terang menceritakan keadaan siapa sebenarnya remaja perempuan tersebut selain Axler kemudian memeriksakan kondisi spermanya ke laboratorium yang ternyata sehat,  aktif dan normal. Kondisi itulah yang menyebabkan Pegeen frustasi karena dianggapnya  Axler menginginkan anak dari Pegeen. Sebelum Axler menjelaskan secara jelas akan maksud dan tujuan memeriksakan kondisi spermanya ke laboratorium, Pegeen sudah pergi jauh dari dirinya dan tidak mungkin kembali lagi.


Axler yang selalu berhubungan dengan mantan managernya, mencoba mencari solusi permasalahan kondisi keuangannya agar dapat merintis kembali kariernya di bisnis pertunjukan. Kondisi keuangan Axler yang morat-marit akibat selama ini berhubungan dengan Pegeen yang mempunyai selera tinggi.


Axler akhirnya meninggal secara mengenaskan ketika mencoba kembali aktif di panggung Broadway memerankan karya Shakespiere  sebagai King Of Lear. Dengan penjiwaan yang nyaris  sempurna memerankan King Lear akhirnya pisau yang digunakan sebagai alat peraga pertunjukan menikam dirinya sendiri sesuai skenario. Penonton terperangah akan kehebatan aktingnya, semuanya berdiri memberikan applaus demikianpun sutrada sebelum mengetahui bahwa Axler benar-benar telah pergi untuk selamanya.


 


"The Humbling" didasarkan pada novel karya Philip Roth  yang terbit tahun 2009 dengan judul novel yang sama. Dibawah sutradara kawakan Barry Levinson menjadikan karya ini sangat menyentuh ditambah dengan dukungan aktor kawakan Al Pacino sebagai Simmon Axler, diimbangi oleh artis lawan mainnya yaitu Greeta Gerwig yang berperan sebagai Pegeen. Dalam Film ini minim sekali adegan syuur, yang banyak ditampilkan justru permainan watak dari aktor dan aktrisnya yang aduhai.


 


 


 


 

Jumat, 08 Mei 2015

Solusi Ekstrim Mengatasi Kemacetan di Kota Besar





Seperti pepatah “I don't like Mondays,” maknanya menjadi malas untuk menghadapi kembali bekerja, terutama karena diawali dan diakhiri dengan rutinitas kemacetan di ruas jalan Ibu Kota menuju dan dari tempat kerja masing-masing.


Ketika liburan panjang bertepatan karena  tanggal merah yang berdekatan dengan hari Sabtu dan Minggu, biasanya para pekerja akan  terasa nikmat ketika menjalaninya kemudian apabila waktunya akan berakhir, perasaan berat mulai bergelayut menuju ke rutinitas kehidupan normal kembali. Maka masyarakat kota yang berusaha memanfaatkan waktu jeda dari rutinitas kesibukan sehari-hari di kantor atau tempat kerja lainnya harus mulai siap-siap kembali untuk  masuk  ke kehidupan seperti biasanya, bergaul dengan rutinitas kerja pada hari Senin sampai Jum’at dengan aneka problemanya. Suasana jalanan macet menuju ke  dan kembali dari kota tidak lepas dari mengantri lambat berjam-jam di tempat tertentu walaupun dalam jakauan hanya beberapa kilometer  saja jauhnya memang hal tersebut sudah menjadi pemandangan umum. Seperti biasanya kesibukan di awal minggu, pada hari senin merupakan hari yang banyak dibenci  orang, seperti sumpah serapah umum terhadap waktu, bahwa Senin merupakan waktu kembalinya kebosanan yang  harus ditempuh, tetapi saya yakin tidak selamanya dan berlaku umum, justru kebanyakan atau sebagian orang menantinya bahkan di kejar dan didambakan apalagi oleh mereka yang berlabel pengangguran.  Di satu sisi, apabila hari senin bertepatan dengan  saatnya  gajian, maka batasan “ai don laik manday” menjadi hambar maknanya seperti berlaku bagi mereka yang akan berpisah dengan kekasih hati dan sudah kadung bersatu setelah sekian lama  memendam rasa rindu hingga tidak ingin terpisahkan karenanya. Maka hari senin seperti biasanya,  jalanan kota besar akan kembali hidup berdenyut, beberapa pekerja di kota besar akan menghadapi kembali  rutinitas kemacetan terutama pada jam-jam sibuk,  saat menuju dan pulang atau kembali ke dan dari tempat kerja dan nampaknya kepadatan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga tidak perlu dihadapi dengan sakit kepala akibat stress berat. Jika ujug-ujug lenggangpun seolah kerja di kota besar akan kehilangan esensinya, sebab  dari kemacetan bisa jadi merupakan tempat beredarnya uang  baik  yang diterima maupun dikeluarkan.  Peredaran uang  ini layaknya sendi pokok dari dinamika ekonomi kota besar, maka kalau kemacetan hampir punah di kota besar bahwa ekonomi masyarakat kota seakan rontok. Bagaimana tidak, selama ini  orang-orang  yang berprofesi sebagai pedagang asongan yang jumlahnya tidak dapat di sebut sedikit, kehidupannya bertumpu kepada kondisi tersebut agar kompor dapurnya dapat menyala, anaknya bisa sekolah dan keluarganya tidak ribut melulu dengan alasan nafkah.


Jumlah kendaraan yang diproduksi dan dijual oleh pabrikan otomotif yang menyerap banyak tenaga kerja tentu tidak ingin mati suri, memproduksi tetapi tidak laku dijual kemudian menunggu situasi sambil ngap-ngapan menuju kebangkrutan, akibatnya menyalahkan prediksi yang sudah dirancang sebelumnya. Apabila setiap tahun pabrikan kendaraan menciptakan dan memproduksi kendaraan terbarunya menyesuaikan keinginan pasar dengan dijejalkankannya aneka kemudahan hasil teknologi terbaru yang memanjakan penggunanya dengan kenyamanan dan keamanan  ternyata mengalami penurunan jumlah konsumen. Belum lagi jika mengamati arus transaksi jual beli kendaraan seken. Dengan demikian pabrik kendaraan seolah tidak peduli dengan kondisi macet malah dari kemacetan tersebut pengendara dan penumpang tidak perlu stres berat karena tekonologi akan mengatasinya.


Lalu Pintu tol yang juga banyak menyerap tenaga kerja dan peredaran uang begitu banyak tentu tidak ingin dianggap sepele, keberadaannya meraup  uang sebanyak-banyaknya dari pemilik kendaraan yang melintas, sehingga tidak heran jika menuju ke dan di dalam kota besar keberadaan pintu tol terlihat berlapis-lapis banyaknya,  memposisikan diri agar jumlah kendaraan yang masuk ke arealnya dipastikan tidak berkurang, malah cenderung harus sebanyak-banyaknya agar uang masuk bertambah besar pula, sehingga tidak heran apabila kemacetan ini memang diharapkan dan dirindukan oleh institusi tertentu maupun jika di amati dari sisi perputaran roda ekonomi kota, walaupun di dalam kemacetan tersebut sebenarnya kehilangan waktu produktif pengendara dan menguapnya berkilo-ton bahan bakar secara percuma yang berubah menjadi asap knalpot mengotori udara kota besar yang dapat disetarakan dengan raibnya senilai duit .


Mengikuti tabiat dari sifat perilaku menejemen modern yang dengan sengaja mengkotak-kotakan segala urusan menjadi beberapa bagian, maka solusi mengatasi kemacetan di kota besar  yang tertulis di bawah ini adalah sebagai salah satu solusi mengikuti tabiat ekonomi dari sekian banyak kiat yang perlu dipikirkan untuk direalisasikan, termasuk apa yang pernah saya tulis sebelumnya tentang pentingnya berdiri beberapa apartemen yang lokasinya di dekatkan dengan kantor-kantor dimana banyak karyawan bekerjanya untuk menekan laju kendaraan yang berseliweran memacetkan beberapa ruas jalan penting di kota besar.


Pemandangan kondisi kota-kota besar memang pakemnya seperti demikian, kalau tidak macet seakan bukan kota besar lagi apalagi disebut sebakai ibukota. Kondisi tersebut akan berbanding terbalik ketika  memasuki areal markas tentara, orang yang masuk  akan faham ketika harus melalui prosedur lapor dulu ke pos keamanan dan berusaha menjaga tata-tertib dan sopan santun seakan sudah tertanam dalam perilakunya selama masih berada di wilayah tersebut, boro-boro terjebak dalam pusaran kemacetan atau terjadinya  huru-hara. Dengan demikian kenapa kota besar tidak meniru kondisi seakan di markas tentara tersebut, sehingga pabrik kendaraan boleh terus memproduksi dan deretan pintu tol dipersilakan berlapis-lapis sebanyak yang diperlukan, tetapi pedagang asong tentunya akan semakin berkurang karena tidak menjanjikan transaksi yang menghasilkan keuntungan bagi kantong pribadinya sehingga mereka  perlu mencari lokasi lain yang lebih profitable.


Tentu saja hal ini akan menuai hasilnya  jika beban kemacetan dibagikan ke lokasi yang sudah terpolakan dengan cermat. Beberapa lokasi di sekitar batas kota dijadikan layaknya reservoir, persis ketika memperlakukan tabiat aliran air untuk kegiatan produktif.  Sebanyak hukum alam yang mencurahkan air ke suatu luasan wilayah  jika beberapa bagiannya dikumpulkan di suatu tempat yang aman di  beberapa lokasi penampungan atau bendungan kemudian disebar secara teratur dan terkondisikan seperlunya, maka banjir yang menumpuk di satu wilayah akan sedikit banyak akan teratasi.


Di beberapa lokasi di batas kota yang dijadikan sebagai target akses pintu masuk ke wilayah kota besar  perlu dijaga ketat oleh aparat yang diperlengkapi dengan aturan dan sangsi ketat, termasuk menyediakan areal parkir luas yang dapat menampung sejumlah kendaraan yang akan memasuki wilayah kota tersebut, sedang di dalam kota sudah disiapkan moda transfortasi milik pemerintah maupun umum yang dapat mengangkut sebanyak orang yang hendak masuk dan menuju ke tempat-tempat yang tersebar di dalam  kota. Dengan demikian pemasukan uang ke kas negara di geser dari dalam kota ke perbatasan, dari pintu-pintu tol yang berlapis di dalam kota sebagian besar  dialirkan ke tempat parkir luas dan moda transportasi yang dipersiapkan secara khusus, aman dan nyaman. Pedagang asongan dapat dibina menjadi pedagang yang lebih bermartabat di lokasi yang sudah disediakan di tempat-tempat parkir tersebut.


Kendaraan pribadi tentu saja harus berhenti dan parkir disana selama jam-jam sibuk seperti  pada umumnya terjadi di siang hari, kecuali kendaran angkutan umum  baik barang maupun orang untuk memenuhi kebutuhan mereka yang akan menuju tempat tujuan. Perubahan ini tokh tidak mengganggu pendapatan apalagi  hilang menguap bahkan kemungkinan akan bertambah,  sedang waktu produktif dan berkilo-kilo liter bahan bakar yang terbuang percuma di lokasi kemacetan dapat ditekan. Kendaran yang boleh beredar di dalam kota hanya kendaraan umum dan kendaraan pribadi yang memang sebelumnya sudah  terdata dan berdomisili di dalam kota dengan dibubuhi tanda khusus.


Pertanyaannya apakah masyarakat akan merasa nyaman dengan perubahan tersebut terutama mereka yang memiliki kendaraan yang super nyaman dan kesibukan yang luar biasa? Jawabannya tentu saja bisa selama pemerintah dapat mengantinya dengan kenyamanan dan keamanan lain yang sepadan sebagai penggantinya. Kenapa tidak.