Setiap orang pada umumnya mempunyai tujuan yang ingin diraihnya dalam hidup menuju mimpi. pada dasarnya mimpi adalah sesuatu harapan yang hendak dicapai dengan usahanya baik sendiri-sendiri maupun secara berkelompok. Tujuannya tentu saja dalam rangka penjabaran keinginan yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu dan bersifat idealis. Usaha yang kuat biasanya akan dikerahkan dalam menuju perubahan kearah yang lebih baik akan menjadikannya arah dalam perjalanan hidupnya sehingga mimpi tersebut menjadi kenyataan.
Namun demikian, berbeda dengan mimpi yang selama ini diidamkan oleh pak Amad, seorang tuna rungu bawaan sejak lahir yang tinggal disuatu kampung didaerah pantai dekat dengan tempat pusat pelelangan ikan. Mimpi pak Amad tidak muluk-muluk sehingga susah dicapai, dia hanya ingin memandang dan bertafakur di malam bulan purnama, memandangi bulan bulat penuh ditengah suara-suara deburan ombak yang semenjak kecil suara tersebut tidak dapat ternikmati, hanya bercengkrama dengan keindahan cahaya bulan saja yang dia rindukan.
Hari-hari yang dilakukan oleh pak Amad adalah sebagai kuli panggul di pasar pelelangan ikan, seperti biasanya pagi-pagi ketika nelayan merapat kepantai, dengan penuh semangat ia akan menyambutnya memanggul kotak-kotak berisi hasil tangkapan ikan para nelayan kepasar lelang, menyortirnya berdasarkan jenis dan besarnya ikan dengan demikian dia akan menerima imbalan dari tetesan keringatnya yang jatuh ditambah dengan seonggok ikan-ikan kecil yang masuk kedalam katagori tidak laku untuk dijual, ikan-ikan bonus yang tercecer tersebut dia bawa kerumah untuk dimasak oleh istrinya sebagai lauk santapan seluruh keluarga.
Walaupun pak Amad seorang yang cacat sejak lahir namun semangatnya sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab nampaknya tidak dapat diragukan lagi, pendapatan ala kadarnya yang telah dia capai setiap harinya sudah merasa cukup sebagai refleksi dari rasa syukur terhadap pemberian Allah SWT yang telah menjadikan hidup keluarganya berbahagia.
Mimpi pak Amad sebentar lagi akan terlaksana setelah beberapa bulan purnama yang lalu Sang pujaan luput dari penampakannya yang indah. Hari ini tanggal 25 Desember 2004 atau dalam penanggalan Islam tanggal 14 Dzulqaidah 1425 setelah menunaikan shalat isya berjamaah di mesjid kampungnya Ia bergegas menuju menara, membawa bekal seadanya, ia akan meminta izin kepada petugas menara pantai untuk dapat naik kepuncak dunianya, merenung seperti biasanya, memandang bulan bulat penuh menggantung dilangit, dia akan terus memandangnya seolah sedang bercengkrama melepas rindu setelah beberapa musim tidak bertemu. Kebetulan sekali malam ini tidak ada awan mendung menggelayut dilangit, dipastikan hujan tidak akan turun sampai terpuaskan dahaga rindunya.
Kini pak Amad sudah tampak duduk bersila dipuncak menara tersebut, ditempat yang menurutnya paling nyaman bercengkrama dengan sang pujaan hati, ditemani secangkir kopi yang disiapkan oleh istri dan camilan alakadarnya. Kali ini bulan purnama tampak indah menggantung dicakrawala. Namun pada purnama kali ini ada yang tidak lazim seperti bulan purnama yang pernah disaksikannya pada bulan-bulan yang telah berlalu. Pasang naiknya permukaan air laut yang tidak seperti biasanya, ombaknya yang layaknya bergulung meninggi kini tanpaknya terlihat agak tenang dan desiran angin laut yang menerpa tubuhnya dirasakan tidaklah normal. Pak Amad terus saja merenung memandangi dan menganalisa dengan naluri dan berdasar kepada pengalaman pribadinya. Kali ini nampaknya cukup aneh pikirnya, dia bergegas turun dari puncak menara tersebut memberitahukan dengan suara gagunya dan juga dengan bahasa isyarat dia komunikasikan seluruh kemampuannya berulang-ulang kepada petugas menara pantai, dia menunjuk hamparan laut lepas dikejauhan, kemudian mengangkat tangannya tinggi-tinggi, namun tetap saja penjaga menara pantai tidak paham apa yang disampaikannya. Akhirnya pak Amad bergegas menuju rumahnya, memerintahkan anak istrinya untuk mengemasi barang-barang yang sekiranya dapat dibawa, dengan mengendarai ojek menuju sang kakak yang berada jauh dari kampungnya.
Disepanjang perjalanan dia tetap berteriak-teriak dengan suara gagu dan bahasa isyarat kepada setiap orang yang ditemuinya, istrinyapun jadi terpengaruh untuk menterjemahkan informasi yang disampaikan suaminya tersebut, namun tampaknya setiap orang yang memperhatikan tidak mengerti apa yang disampaikan pak Amad, sebagian orang malah menerimanya dengan reaksi menyilangkan jari telunjuk dikeningnya sambil tertawa terbahak bercanda dengan sesamanya. Pak Amad tidak mempedulikan cemoohan orang, dia terus saja berteriak-teriak meperingati bahwa musibah besar akan mengancam desa dan daerahnya sampai suaranya habis dan tenaganya lemah. Kini dalam letihnya pak Amad hanya bisa menyandarkan tubuhnya dipunggung pengendara ojek tersebut, dia kelelahan, istrinya hanya memandang saja dengan perasaan masih diliputi tanda tanya.
Esok hari setelah matahari pagi mulai meninggi, suara gemuruh dari daerah tetangga sebelah terdengar samar yang membuat perasaan sangat mencekam. Pak Amad sudah berada jauh dari daerahnya, diatas ketinggian pegunungan di rumah kakaknya yang turut prihatin dengan suara gemuruh air yang terdengar samar-samar dikejauhan. Hari tersebut dinyatakan sebagai tanggal musibah Nasional yang menelan banyak korban jiwa dan harta benda yang tak ternilai kerugiannya.
Beberapa waktu kemudian tersiar berita dibeberapa media masa nasional bahwa :
Tanggal 26 Desember 2004
Telah terjadi Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.
Menurut Koordinator Bantuan Darurat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jan Egeland, jumlah korban tewas akibat badai tsunami di 13 negara (hingga minggu 2) mencapai 127.672 orang. Namun jumlah korban tewas di Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika Timur yang sebenarnya tidak akan pernah bisa diketahui, diperkirakan sedikitnya 150.000 orang. PBB memperkirakan sebagian besar dari korban tewas tambahan berada di Indonesia. Pasalnya, sebagian besar bantuan kemanusiaan terhambat masuk karena masih banyak daerah yang terisolir.
Kini, sejalan dengan berjalannya waktu setelah kejadian mengerikan itu berlalu, pada saat bulan bulat penuh menggantung di langit, pak amad telah meninggalkan anak dan istrinya dengan tenang untuk selama-lamanya dan semenjak kejadian dimenara tersebut Ia tidak pernah bercengkrama lagi dengan bulan purnama pujaan hatinya.
Kisah Fiksi di ilhami bencana Tsunami nasional terbesaryang pernah menimpa bumi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda