Photo Koleksi Pribadi
Bus Kota yang kami tumpangi kali ini cukup penuh jika dibandingkan antara kapasitas daya tampung tempat duduk dengan jumlah penumpang, kondisi Bus Kota tidak mungkin dapat memenuhi seluruh keinginan penumpang yang naik kendaraan bongsor tersebut, terpaksa sebagian penumpang bergelantungan ditengah, di koridor, diantara tempat duduk penumpang, yang tidak kebagian tempat duduk terpaksa berdiri, tangannya tetap berpegangan erat pada besi bulat yang membentang di bawah atap Bis Kota.
Sepasang lanjut usia, seorang Kakek dan seorang Nenek tergopoh hendak memasuki pintu Bis yang berhenti mendadak, siNenek sudah berhasil masuk duluan kemudian diikuti oleh sang Kakek yang kini berusaha menjaga keseimbangan setelah bis tersebut melaju pelan tetapi tak urung menyebabkan tubuh kedua orang yang sudah lanjut usia tersebut sedikit oleng, tangannya berusaha menggapai pegangan yang ada disekitarnya agar posisinya tetap dapat tegak berdiri diantara keramaian para penumpang disekitarnya.
Nenek tersebut berdiri persis dihadapan saya yang tengah duduk santai dalam bis kota ini, beliau tampak keseimbangannya sedikit goyang namun masih dapat menjaga berdiri kukuh untuk sementara waktu, entah kalau berlama-lama apakah posisinya tetap bertahan atau malah ambruk. Segera ku persilahkan tempat duduk pribadiku untuk diisi olehnya, walaupun pandangannya sekilas menatap sejurus ke arah mataku, reaksinya memindai niat baikku, barangkali beliau penasaran kemudian mengamati apakah benar saya memberikan kesempatan untuknya, dengan sedikit ucapan dan dengan hanya menganggukan sedikit gerak kepala kupersilahkan dia untuk duduk di tempat asal saya tadi duduk dengan santai.
Keputusanku yang spontan bukan ingin sok moralis atau memandang sepele atas kemampuannya bergelantungan di dalam keramaian Bis Kota, tetapi semata ingin dapat melihat secara lebih jelas memandang sosok sang Kakek yang menurutku sangat luar biasa, disamping itu dengan sedikit pertimbangan: tokh saya berdiri tidak akan memakan waktu yang begitu lama menyita seluruh perjalananku, kalaupun itu terjadi, paling hanya membutuhkan waktu satu jam lebih sedikit sehingga sampai di tempat tujuanku, jadi menurutku berdiri bergelantungan di dalam bis kota saat ini masih dalam batas kemampuanku.
Sang Kakek masih berdiri kokoh ditopang kedua kakinya yang tampak masih tegap, dia berada sekitar dua kursi dihadapanku, sedikit terhalang oleh penumpang lain. Menilik penampilan sosoknya jika dibandingkan dengan kondisi diri sendiri, diperkirakan umurnya sekitar tujuh puluh tahun, wajahnya dipenuhi keriput tetapi tampak bersih dan sehat, rambutnya telah sedikit jarang dengan warna putih ke perak-perakkan memenuhi seluruh bagian rambutnya yang agak panjang, yak, menurutku dia gondrong, terlihat kalau diamati secara seksama dari bagian belakang tubuhnya dimana dia sedang berdiri, rambutnya yang putih ikal walau tidak lebat masih menyembul dibawah topi pet nya, Tingginya kurang lebih antara 155 – 160 cm dengan berat diperkirakan sekitar 55 kg, postur ideal jika menilik sosoknya yang sudah berumur lanjut.
Yang membuat aku terbengong menyaksikannya, dia memakai celana jin agak lusuh dengan jaket sport warna biru, dipunggungnya bertengger tas rangsel bermuatan penuh diperkirakan beratnya minimal 10 Kg, tali tas rangselnya melingkar diantara kedua pundaknya yang masih kokoh menyiratkan memang dia bukan lelaki manula sembarangan. Ketika naik bis barusan tangan kanannya menenteng kerdus bekas kemasan kueh kering berisi penuh dengan entah apa. Perkiraan beratnya minimal 25 kg, kini dus tersebut disimpan dilantai bus diantara kedua kakinya, dengan demikian sang kakek tersebut dapat memikul barang bawaan lebih dari setengah sampai hampir mendekati dua pertiga dari berat tubuhnya, sungguh suatu penampilan yang luar biasa dalam kondisi usianya dan berat beban yang harus dipikulnya , menaiki bis kota kemudian berdiri tegak ditengah goyangan bis yang serba mendadak ditengah keramaian kota Bandung, sampai dia turun dari Bus Kota pun mataku diam-diam masih terus mengaguminya, dalam hati menyisakan sekedar untuk bertanya kepada diri saya sendiri, mampukan saya dalam kondisi umur seperti Bapak tersebut dengan berat beban yang di pikulnya dapat berjalan kokoh menaiki bis kota dengan dinamika gerakannya yang serba bergoyang ria…?.
Tujuan perjalanku sendiri membelah keramaian kota Bandung Persis seminggu setelah Hari Raya Lebaran beserta isteri dan dua anak saya sebenarnya ingin menyempatkan diri untuk berjalan-jalan disekitar Bandung, maksud utamanya adalah mengantarkan anak perempuan saya yang selepas dari SLTA kini dapat melanjutkan pendidikannya di sebuah Politeknik Negeri di seputaran kota Bandung yang menjadi idam-idamanya, Alhamdulillah Dia kini resmi sebagai mahasiswa, sebagai orang tua kami hanya dapat memanjatkan rasa syukur kehadirat Illahi Robbi atas segala KaruniaNya.
Menjelang masa perkuliahannya dimulai besok selepas liburan Hari Raya Lebaran, dia harus tinggal di rumah kos untuk pertama kali dalam hidupnya, sambil berniat untuk bersilaturakhmi dan menitipkan anak saya kepada pemilik rumah dimana anak saya akan tinggal selama setidaknya sekitar setahun, karena memang kamar kontrakkannya di booking hanya selama satu tahun dan jika tahun depan anak saya masih betah tinggal disana kemungkinan masa kontrak diperpanjang untuk tahun berikutnya. Maklum Rumah kami berada sekitar 60 – 70 km jauhnya dari pusat kota Bandung yang mengharuskan anak saya harus tinggal berjauhan dalam kamar berukuran 3 X 3 m di kota Bandung.
Pulangnya kami kembali menaiki Bus kota menuju terminal Bis Antar Kota, menaiki bis kota kali ini tampak masih cukup lenggang dari penumpang dan perjalanan kali ini pun kami kembali mendapatkan hal yang menurutku luar biasa.
Ditengah perjalan, Bis kota tersebut berhenti dan seorang ibu-ibu setengah baya menggendong anak kecil yang belakangan diketahui sebagai cucunya sendiri bersama dengan seorang perempuan muda berbodi sekseh berlenggang menapak lantai koridor Bis Kota dengan sorotan beberapa pasang mata yang memperhatikannya termasuk saya hehehehe.
Bagaimana tidak, dia memakai celana jin ketat sebatas lutut, dilengkapi dengan kaos tipis membalut tubuh bagian atasnya yang sintal, memperlihatkan dengan gamblang lekuk serta liku postur tubuh aduhainya, tampak yang paling menonjol terletak di bahagian tengah tubuhnya tepat disekitar pinggul serta bagian dada disamping raut wajahnya memang menampakakan sosok sebagai perempuan yang selain cantik juga sekaligus seksi.
Perempuan muda tersebut berjalan beriringan dengan seorang Ibu paruh baya yang menggendong cucunya, membelah bagian tengah lantai bis kota berjalan diantara kursi-kursi tempat duduk.
Perempuan muda tersebut duduk tepat disebelahku terhalang ruang lenggang ditegah bis kota, dia sibuk memainkan gadget, membuka-buka tampilan aneka photo-photo identitas sahabat-sahabatnya yang berderet melajur sampai kebagian bawah ruang layar gadget tersebut, untuk kemudian mengetik cepat dengan kedua jempol tangannya tanpa mempedulikan penumpang disekitarnya termasuk Ibu yang sedang duduk sambil menggendong cucunya di bangku deretan bagian depan.
Anak balita perempuan yang lucu, diperkirakan berumur sekitar 4 tahun berontak ingin turun dari pangkuan neneknya, dia berusaha untuk duduk secara mandiri persis ditempat deretan tempat duduk di depannya yang masih kosong. Nenek anak tersebut tidak dapat menahannya, dia membiarkan cucunya yang lucu tersebut menempati dengan santai tempat duduknya yang baru walaupun tampak sekilas raut wajah Ibu paruh baya tersebut sedikit menyiratkan rasa was-was, dia mencoba memanggil beberapa kali nama langsung tanpa embel-embel perempuan muda yang duduk dibelakangnya, belakangan aku tahu perempuan muda tersebut sebagai ibu dari anak yang kini sedang duduk manis menatap lurus kedepan kearah keramaian jalanan, namun tidak ada respon, dia mencoba mencolek lututnya agar komunikasi antara ibu dan anak dapat berjalan lancar.
Perempuan cantik nan sekseh tersebut memandang sesaat anak perempuan kecilnya yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. “Tidak apa-apa “ucapnya singkat untuk kemudian perhatiannya fokus kembali memainkan benda canggih yang berada dalam genggamannya. Kini pemandangan nyaris sempurna tampak tiga generasi perempuan duduk sendiri-sendiri berderet membujur mengarah ke bagian depan bis kota.
Saya hanya terbengong memperhatikan mereka tanpa satu katapun keluar dari mulut kami, tiga generasi perempuan : Anak, Ibu dan Cucu yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, sang Anak balita sibuk dengan kesendiriannya memandang keleluasaan keramaian jalanan yang semakin macet, Ibunya sibuk dengan gadget canggihnya dan sang Nenek tercintanya sibuk memperhatikan sambil sesekali memegang lengan cucunya, khawatir terjatuh.
“Saya tidak mau kau seperti itu” ucapku sambil memandang Isteri disebelahku setelah ketiga generasi perempuan tersebut turun dengan santai dengan masih tetap menyempatkan kesibukannya masing-masing, perempuan seksi dengan gadget canggihnya dan perempuan setengah baya sibuk menahan berat beban cucunya.
Pengamatanku terhadap ketiga generasi perempuan tersebut tanpa kusadari ternyata sama-sama diperhatikan juga oleh Isteriku.
“Kasih sayang seorang Nenek terhadap Cucunya terkadang melebihi cintanya daripada kepada Anaknya sendiri, dalam usia seperti itu kerinduan akan membelai cucunya melebihi kerinduannya kepada yang lain” Ujarnya tanpa ekspresi.
Saya hanya manggut-manggut saja, tetapi didalam hati mengucapkan kalimat yang tidak mungkin terdengar oleh siapapun yang berada dalam bis kota tersebut: “Semoga Anak perempuanku tidak memperlakukan Ibunya seperti demikian, agar mendapat berkahNya”. :D