Rabu, 06 Juli 2011

Penerimaan PNS, menjadi lahan empuk mendulang uang

Sumber Gambar : poskota.co.id

Seiring dengan era reformasi, bukan hanya biaya politik saja yang makin meningkat, tetapi juga biaya pegawai negeri selain dikarenakan oleh kenaikan gaji juga dikarenakan kenaikan jumlahnya. Pemekaran wilayah dengan sendirinya akan menambah personel yang mengelola daerah. Disamping itu, kenaikan jumlah pegawai tersebut karena dipicu oleh karena penerimaan pegawai dijadikan lahan bisnis. Walaupun hal ini tidak diakui, namun harga pasar untuk dapat diterima sebagai PNS mengindikasikan bahwa penerimaan pegawai negeri sipil telah menjadi lahan yang empuk untuk mendulang uang.

Jika dikaitkan dengan biaya politik yang harus ditanggung oleh kontestan dalam perebutan kekuasaan, menjadi masuk akal jika penerimaan pegawai menjadi salah satu sumber pengembalian biaya politik. Akibatnya, penerimaan pegawai negeri sipil bukan lagi melihat efektifitasnya tetapi lebih berdasarkan pengisian formasi atau pengisian kursi kosong.

Sebagaimana disampaikan oleh Juru bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Reydonnizar Moenek membenarkan temuan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menyatakan ada 124 kabupaten/kota dari 526 kabupaten/kota se-Indonesia yang terancam bangkrut.

Fitra menjelaskan dinyatakannya terancam bangkrut karena pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2011, 124 daerah itu memiliki belanja pegawai di atas 60 persen dan belanja modalnya 1 hingga 15 persen. Menurut Fitra, sebanyak 16 daerah memiliki belanja pegawai di atas 70 persen. Jika kondisi ini tetap dibiarkan, maka kebangkrutan akan mengancam daerah dalam dua sampai tiga tahun mendatang. Pasalnya APBD hanya digunakan untuk membiayai pegawai.

Jumlah pegawai negeri sipil seluruh Indonesia saat ini sekitar 4,6 juta yang tidak berbeda jauh dengan jumlah TKI, namun TKI menghasilkan devisa negara terbesar kedua setelah migas. Sebaliknya, lingkup birokrasi yang sarat tindakan korupsi memang layak mengaca pada efektifitas TKI. Selain pelayanan, PNS merupakan alat negara untuk mengumpulkan penghasilan untuk negara guna pembangunan, namun kenyataan diatas, dana untuk pembangunan itu sebahagian besar tersedot untuk membiayai pegawai.

Memang, dalam system penganggaran negara sudah ditetapkan porsi pos pendapatan antara APBN dan APBD, namun dalam prakteknya daerah masih mengandalkan dana APBN. Beberapa pemerintah kabupaten yang menghabiskan lebih dari 70 % untuk belanja pegawai mestinya secara financial daerah tersebut tidak layak berdiri sendiri, lebih efisien bergabung dengan daerah lain untuk efisiensi pegawai. Sebab, dengan tingkat beban pegawai yang demikian besar, praktis daerah seperti ini tidak memiliki dana untuk membangun atau berinvestasi dalam penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Namun, politik menghendaki lain, makin banyak pembentukan kabupaten/kota maka peluang kekuasaan makin lebih terbuka.

Sebuah dilema yang dihadapi pasca reformasi, demokrasi yang diharapkan untuk memberikan kebebasan kepada bangsa ini harus dibayar mahal dengan beban pembiayaan pegawai negeri yang harus menomor duakan pembangunan. Disisi lain, sulitnya lapangan kerja menjadikan peminat PNS membludak yang pada akhirnya menimbulkan transaksi2 jabatan untuk penerimaan pegawai. Muara dari keadaan tersebut, jumlah PNS tidak efektive, 1 orang PNS melayani lebih kurang 40 jiwa, jauh diatas untuk pengamanan negara dan rakyat. Maka tidaklah mengherankan jika kita melihat banyak PNS kita jumpai ditempat umum pada jam kerja. Sebuah pemandangan yang menggambarkan jauh dari arti abdi negara. Parasit negara, mungkin lebih tepat dikatakan demikian namun tidak pula dapat disalahkan karena tiadanya tugas yang jelas. Yang terpenting bagi mereka adalah Surat Keputusan pengangkatan, yang dapat dipakai sebagai jaminan bank, bukan tugasnya. Namun tidak semua bersikap demikian, ada yang memang memperoleh keuntungan karena fungsinya namun juga tidak sedikit yang lurus dan tersingkir.



Sumber Tulisan :http://birokrasi.kompasiana.com/2011/07/06/pns-abdi-atau-parasit-negara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda