Awan itu seolah ingin diraihnya, tangannya liar
menyapu menggapai-gapai diatas
pelupuk mata, sinar matanya nanar untuk kemudian berubah sekejap-sekejap
berbalur sendu, menggeliat-geliat
mengikuti irama lagu yang diciptakannya sendiri. Tangannya masih saja bergerak lembut
sejengkal demi sejengkal kemudian sedepa memenuhi hasrat hati, terus saja ia menarikan raganya,
berputar,
menghentak-hentak seolah membiarkan dirinya terbang ke awan putih. Suaranya kini terdengar lirih berguman
tidak jelas, setengah berteriak tetapi tidak sedang melampiaskan amarah, kemudian
sinar matanya berganti meredup,
tiba-tiba saja tersedak seakan takut terlihat rasanya yang mengaduh.
Semilir lembutnya angin yang sempat berhembus sejuk tadi serasa membelai mesra, kini mencekik selubung sukmaku. Sedang aku terbuai menikmatinya karena ia terlihat bagai belahan jiwa, perhiasan hidupku, sebelum terdengar pecahan porselen putih terhempas. Suaranya gaduh tetapi lembut membuat jari-jemari seketika terhenti menari-nari diatas keyboard lappyku. Seperti biasanya aku sedang asyik menghayal, merangkai kata dan kalimat dalam bangunan cerita sebelum gaduh itu terdengar gelisah dan peristiwa tersebut justru menarik perhatianku.
Sejenak kemudian seorang gadis kecil berumur kira-kira lima tahunan terdiam, terperanjat dengan kecerobohannya sendiri, dipandangnya lekat-lekat benda yang berserakan dilantai tembokan taman, seolah tak percaya bahwa tangannya sendiri yang telah menghabisinya.
“Tidak apa-apa Nak,” seorang
Bapak sedang
berusaha menenteramkan
hatinya, “nanti bisa dibeli lagi
di toko sebelah.”
“Tidak ada, Pak, tidak mungkin ada yang sama,”
“Kan pabriknya sama Nak, pasti bentuk dan coraknya juga mirip.”
“Dia temanku, sahabatku, tidak
mungkin rupanya maupun baik-hatinya akan sama. Namanya memey, dan kini ia telah pergi berserakan. “
Gadis kecil yang biasanya manis kini terlihat sendu, dikeningnya yang tadi terlihat beberapa butiran keringat bersinar, kini matanya juga sembab diikuti beberapa tetesan air mata yang sulit untuk dibendung lagi.
Porselen berbentuk piala mungil barangkali sudah
dianggapnya sebagai teman istimewa, sering menemaninya bermain-main
menuntun menuju alam indah di taman penuh pohon dan bunga yang tertata apik
dengan kupu-kupu dan burung-burung serta sungai kecil berair
jernih mengalir di dunia
khayalnya, bahkan ada
makhluk makhluk mungil hidup sejahtera didalamnya, semuanya mengerti dengan bahasanya,
mudah untuk diajak bercengkrama bersama pohon-pohon, bunga, kupu-kupu, burung,
makhluk-makhluk mungil bahkan dengan sungai kecilnyapun. Kini porselen mungil sahabatnya telah pecah
berantakan.
Mari kita semayamkan dengan baik di bawah kerindangan tanaman bunga melati jenis hutan ini, nak. Disini dibagian taman ini, seperti kakek yang telah berbaring tenang dipusaranya. Akhirnya gundukan tanah itu telah terbentuk disudut taman yang teduh lagi harum.
Bapak tersebut kini berjalan memapah anaknya, menuju rumah yang letaknya tidak seberapa jauh dari lokasi taman bermain. Terdengar bercengkrama, sedikit menghibur, bahwa nanti akan hadir memey-memey lain yang lebih elok rupanya dan lebih lembut perangainya.
Gadis kecil itu kini hanya bisa terdiam, tidak sedikitpun menjawab,
seiring langkahnya berlalu, sesekali ia menolehkan
pandangan kebelakang seakan tidak
rela melepas gundukan tanah yang semakin lama semakin menjauh dari penglihatannya.
====)(====
Keesokan harinya, pagi-pagi ketika matahari baru
muncul sepenggalah, aku lewat didepan rumahnya lagi. Tampak gadis kecil itu sudah
kembali terduduk ditangga dekat pintu masuk, sedang asyik berceloteh dengan boneka bantal
miliknya.
Suka anime jepang ya.., sama dong kalo gitu, saya juga suka anime jepang. Kunjungan perdana ke Blog ini, Happy Blogging..
BalasHapusSuka juga dan setelah cari-cari gambar atau foto yang kira-kira mendekati dengan tema itu, hanya itulah yang ada di lappy saya. hehe. Terimakasih sudah mampir di Blog sederhana ini.
BalasHapus