Foto diambil dari Google Image
Hanya ingin arti hidup diberi warna, berusaha meraup mimpi melalui torehan kata yang kadang aneh tak bermakna.
Sabtu, 27 Juni 2015
Marhaban Yaa Ramadhan.
Sebelum bulan Ramadhan tiba, ia memang sering kerumah untuk sekedar bermain game atau memainkan layang-layang dan permainan anak-anak lainnya di lapangan bersama anak saya. Umurnya kira-kira satu tahun diatas usia anak saya, ia duduk di di kelas 4 sekolah Madrasah Persatuan Islam, walaupun berbeda tata cara sholatnya dengan anak saya tetapi mereka rukun-rukun saja untuk tetap bersahabat, sepertinya wajar jika mereka merasa nyaman ketika sedang bersama-sama maka tak urung mereka senang membentuk grup teman-teman sebaya. Namun demikian ketika menginjak bulan Ramadhan tiba, ia sering tidak nampak bermain bersama baik di rumah atau di luaran rumah, hanya pada saat di mesjid atau lebih tepatnya surau saja mereka sering terlihat. Surau, karena tidak pernah digunakan untuk ibadah sholat Jum’at menjadi semacam markas untuk saling bertemu diantara mereka yang juga diramaikan dengan orang-orang baik muda maupun generasi tua untuk melaksanakan sholat wajib dan sunah selain sholat Jum’at.
Kamis, 25 Juni 2015
Kereta Senja
Di sebuah sore yang basah, di pandangnya pendar sinar yang tidak lagi meraja, seperti sebuah fatamorgana lembayung semu abu-abu yang tidak lagi cerah. Senja merayap pelan merelung malam yang kelak akan dia jejak, tetapi tidak kecewa barang sedikitpun, peluhnya sudah menggenapkan ber lembar-lembar sobekan penanda yang didalamnya malu-malu serangkaian angka dari 1 sampai 31 kadang 30 suatu waktu pernah 28, ia hanya serupa penanggalan yang berlabuh di rengkuh geliat peluh yang telah berlalu.
Tetapi kini angka-angka itu terlalu pelan beranjak.
Sebuah lokomotif tua berkarat yang terengah-engah ketika beberapa gerbong dibelakangnya terlalu berisik, rodanya yang masih berkilat menggelincir mulus di rel yang sama tetapi energinya menggerutu pelan seakan berbisik kepada sesama gerbong yang berada di belakangnya.
Jangan salahkan aku.
Senja, senyap merambat lambat tetapi tetap tersenyum puas, di dadanya yang meranggas telah berjaya mengantarkan gerbong sebelumnya yang tetap setia berada dibelakangnya, beberapa stasiun telah dilalui, serombongan orang telah Ia angkut, beberapa timbunan barang telah diantarkan ketempat yang dituju.
Kini beberapa gerbong penuh hasrat menggelegak agar dapat meluncur di rel lain yang lebih pejal dan menantang. Energinya memang sedang menanjak.
Entahlah apakah ia akan menjadi lokomotif yang gesit merambah ke berbagai stasiun megah yang belum pernah di jejak halamannya sekalipun atau menjadi gerbong yang kuat yang mampu mengangkut penumpang atau barang ke berbagai jurusan sesuai yang di tuju sang peretas.
Entahlah… malam telah merangkak pelan.
Tulisan ini pernah di tayangkan di Kompasiana, . http://www.kompasiana.com/adiabebah/kereta-senja_553023276ea83415348b45a8
Langganan:
Postingan (Atom)