Jika ingin mengetahui yang bagaimanakah akting yang keren
itu? Maka jawabannya adalah peran-peran yang dibawakan oleh Al Pacino,
khususnya dalam film anyarnya yaitu THE HUMBLING. Di film tersebut aktor
“bajingan” gaek jenius ini sangat memukau sekali memerankan Simon Axler.
Seperti seorang yang mengalami masalah penuaan diri dan
merasa tidak mungkin seproduktif lagi dibanding ketika dirinya masih belia,
Sang aktor kawakan ini beberapa kali mencoba bunuh diri dalam menghayati peran-peran
terakhirnya di panggung Broadway, semua usahanya tersebut selalu berujung kegagalan. Ia dinyatakan positif menderita
gangguan kejiwaan oleh dokter pribadinya. Ia kini merasa sunyi dari peran-peran menantang, apalagi ia telah pernah mengenyam sebagai
aktor sangat terkenal, dipuja banyak orang, pujian yang melambungkan namanya akibat
beberapa kritikus film dan teathre yang selalu memberikan ranking teratas
disetiap pertunjukannya, maka mantan aktor ini seolah mengalami semacam
kelainan psikologi akut, sering melakukan dialog imajiner antara dirinya dengan
lawan mainnya yang tidak lain adalah dirinya sendiri juga, ngomong sendiri yang tidak ada ujung
pangkalnya ketika mengingat peristiwa yang pernah dilakukan sebelumnya,
terutama setelah kehadiran seorang gadis muda bernama Pegeen. Pegeen ujug-ujug
hadir dalam masa kekacauan post power syndromnya. Mengaku sebagai anak dari
seorang teman mainnya Sang aktor dalam
sebuah pertunjukan Broadway yang cemerlang, gadis yang bermasalah karena
mengidap kecenderungan perilaku sex menyimpang, berhaluan Lesbianisme dengan
orientasi seksualnya lebih tertarik
kepada sesama jenisnya ini, ia mengaku selama ini hanya berhubungan intim dengan
beberapa pacar wanitanya saja.
Ketika umurnya sedang mengalami peralihan
dari anak-anak ke masa remaja yaitu sekitar berumur 8 tahunan, ia pernah diberikan hadiah
sebuah cincin yang indah oleh aktor kondang ini. Hadiah yang diterima oleh anak perempuan menjelang dewasa
tersebut justru melambungkan imajinasinya,
ia malah beranggapan layaknya sudah
sebagai gadis remaja. Perasaan yang menyiksa batinnya karena
terperangkap oleh asmara yang tidak tersampaikan telah dibawanya sampai belasan tahun lamanya. Ketika sudah menanggung perasan asmara yang menguasai
kehidupan remajanya selama 16 tahun,
akhirnya keberaniannya timbul untuk menemui sang aktor hebat tersebut karena
kini ia sudah benar-benar dewasa dan sang aktor sudah gaek berumur 65 tahun dan tidak sesibuk dulu lagi.
Selain berhubungan dengan perempuan aneh bernama Pegeen ini. Axler juga selalu didatangi oleh perempuan
lain yang pernah ia kenal dalam sebuah ruangan konseling penderita kelainan kepribadian
dalam suatu bimbingan seorang psikolog
kawakan. Adalah Sybil mantan sesama penderita kelainan kepribadian, ia selalu
menguntit sang mantan aktor terkenal kemanapun pergi, walaupun Axler akhirnya
berusaha mengusirnya secara halus dalam kehidupan pribadinya. Sybil
mengharapkan Agar Axler bersedia untuk
membunuh suaminya yang dianggapnya telah berlaku tidak senonoh dengan anak
perempuannya sendiri yang masih bayi, tentu saja dengan imbalan uang yang
sangat tinggi.
Darah Axler mendidih walaupun
kemudian mencoba dengan bahasa aktornya untuk menolak keinginan Sybil. Carilah
pembunuh bayaran profesional bukan aku yang hanya pandai berprofesi sebagai
aktor, ujarnya kalap ketika akhirnya ia berhasil menolak mentah-mentah
keinginan perempuan tersebut. Alasan
perempuan gila tersebut memilih Axler untuk membunuh suaminya, karena
beranggapan bahwa dengan kepiawaian perannya sebagai aktor jempolan akan
sempurna bermain watak dan beralibi ketika berhubungan dengan pihak penegak
hukum.
Akhirnya Sybil membunuh suaminya dengan tangannya sendiri
yang kemudian berhasil ditangkap Polisi. Tak urung polisi kemudian
menginterogasi Aktor yang sudah pensiun
itu, karena dianggapnya pernah memberikan saran berbau kriminal kepada Sybil.
Beberapa perempuan datang dan pergi menghampiri kehidupan Axler, seorang perempuan berkulit hitam yang kondisi tubuhnya sudah menjalani operasi total sehingga
menganggap dirinya sudah menjadi seorang lelaki tulen, ia merasa sangat layak menjadi kekasih Pegeen
daripada menjalin asmara dengan lelaki tua mantan aktor besar tersebut. Namun
ternyata Pegeen menolak untuk kembali berhubungan dengan Priscila yang dulunya merasa
sangat nyaman ketika ia benar-benar seorang perempuan tulen, kini sesudah dadanya rata dan ber alat kelamin
palsu akibat operasi besar-besaran yang
memakan nyali dan dana yang tidak sedikit kemudian namanya juga kini berganti menjadi Prince. Sungguh suatu hubungan yang hanya mendapatkan sensasi menggelikan,
ujar Pegeen.
Sedangkan Axler yang
dianggap sudah menjadi kekasih sejatinya Pegeen, selalu saja ia datang dan menginap di rumah Axler. Tentu saja Ibunya yang mengetahui bahwa anaknya yang
sangat intim berhubungan dengan bekas
teman mainnya dalam sebuah karya theatre, serta merta menentangnya, melarangnya
untuk berhubungan dengan anaknya yang menurutnya
selain Pegeen mempunyai kelainan psikologis, hubungan tertaut selisih umur yang
berbeda jauh ini merupakan jalinan
asmara yang teramat tidak sehat bagi kedua belah pihak .
Axler merasa tidak nyaman dengan pernyataan ibunya Pegeen, ia sudah dewasa dan berhak untuk menentukan
jalannya sendiri. Selanjutnya ia berusaha menanyakan bukti autentik darimana Ibunya Pegeen mengetahui bahwa
anaknya mengalami kelainan psikologis selain ia kini menjadi seorang heteroseksual.
Karena aku adalah ibunya, aku ibunya yang pernah mengandung
dan memeliharanya sejak bayi hingga
dewasa yang tentu saja mengetahui secara detail seluk beluk tentang sifat
anaknya. Kemungkinan juga ia menganggap bahwa Pegeen mengidap penyakit kelainan
bawaan, Ujar ibunya penuh emosi, Lambat laun Axler akan mengetahuinya sendiri.
Pernyataan Ibunya Pegeen ini yang membuat saya penasaran karena
sampai akhir film pun tidak mendapatkan jawabanya, selain Pegeen kini menjadi
seorang heteroseksual, tetapi di luar itu ia berperilaku normal seperti
layaknya perempuan remaja lainnya, bekerja sebagai dosen seni dan theatre di
universitas terkenal, pergaulannya pun
sangat luas di berbagai kalangan.
Namun jika berbicara inkonsistensi kepribadian film ini memang bercerita di wilayah
demikian, Pegeen memelihara kepribadiannya yang menyimpang sebagai lesbian
walaupun ia tidak bisa meninggalkan Axler. Ibunya Pegeen yang sekuat tenaga menentang
hubungan antara Axler dan Pegeen tidak
secara terus terang menceritakan keadaan siapa sebenarnya remaja perempuan
tersebut selain Axler kemudian memeriksakan kondisi spermanya ke laboratorium
yang ternyata sehat, aktif dan normal.
Kondisi itulah yang menyebabkan Pegeen frustasi karena dianggapnya Axler menginginkan anak dari Pegeen. Sebelum
Axler menjelaskan secara jelas akan maksud dan tujuan memeriksakan kondisi
spermanya ke laboratorium, Pegeen sudah pergi jauh dari dirinya dan tidak
mungkin kembali lagi.
Axler yang selalu berhubungan dengan mantan managernya, mencoba
mencari solusi permasalahan kondisi keuangannya agar dapat merintis kembali
kariernya di bisnis pertunjukan. Kondisi keuangan Axler yang morat-marit akibat
selama ini berhubungan dengan Pegeen yang mempunyai selera tinggi.
Axler akhirnya meninggal secara mengenaskan ketika mencoba
kembali aktif di panggung Broadway memerankan karya Shakespiere sebagai King Of Lear. Dengan penjiwaan yang
nyaris sempurna memerankan King Lear
akhirnya pisau yang digunakan sebagai alat peraga pertunjukan menikam dirinya
sendiri sesuai skenario. Penonton terperangah akan kehebatan aktingnya,
semuanya berdiri memberikan applaus demikianpun sutrada sebelum mengetahui
bahwa Axler benar-benar telah pergi untuk selamanya.
"The Humbling" didasarkan pada novel karya Philip
Roth yang terbit tahun 2009 dengan judul
novel yang sama. Dibawah sutradara kawakan Barry Levinson menjadikan karya ini
sangat menyentuh ditambah dengan dukungan aktor kawakan Al Pacino sebagai
Simmon Axler, diimbangi oleh artis lawan mainnya yaitu Greeta Gerwig yang
berperan sebagai Pegeen. Dalam Film ini minim sekali adegan syuur, yang banyak
ditampilkan justru permainan watak dari aktor dan aktrisnya yang aduhai.