Sebagaimana serunya saat menjelang Pilpres yang baru saja berlalu, jagat Sosmed di ramaikan oleh interaksi panas antara kedua kubu, Kubu Jokowi dengan kubu Prabowo, Satu Jari dengan dua jari yang pada akhirnya setelah melalui jalan berliku Jokowi mendapatkan suara lebih untuk dilantik menjadi presiden dan pada gilirannya pesta dinyatakan telah usai. Sampai akhirnya terbentuk kabinet Kerja sebagai wujud dari hak prerogatif Presidenuntuk memilih menteri-menterinya untuk melengkapi dan mendukung kinerja pemerintahan yang dipimpin oleh bapak Presiden Jokowi.
Pada saat pemilihan Ketua DPR dan MPR, anggota dewan terbelah menjadi dua Koalisi yaitu KIH dan KMP yang sejatinya terlepas dari figur Prabowo atau Jokowi yang awalnya keduanya sebagai calon presiden. Memang demikian adanya, di parlemen manapun masing-masing koalisi tidak bisa dinapikan membawa visi dan misinya masing-masing sarat dengan kepentingan dan deal-deal politik sehingga pada akhirnya terpilihlah ketua DPR dan MPR melalui hak veto masing-masing anggota yang tidak terlepas dari mengusung koalisinya masing-masing, adalah wajar saja jika terjadi adu strategi, perdebatan ketat dan sidang-sidang yang alot. Pun ketika kondisi tersebut berlanjut ke dalam pembentukan komisi sebagai Alat Kelengkapan Dewan.
Terdapatnya dua, tiga atau lebih koalisi pun di Parlemen adalah wajar adanya, yang tidak wajar tersebut ketika disengaja dan kemudian diumumkan secara terang-terangan kepada publik bahwa telah dibentuk pimpinan DPR tandingan.
Dengan terdapatnya dualisme kepemimpinan di DPR, maka musyawarah dan mufakat sebagai ciri khas untuk kepentingan NasionaI tampaknya hanya tinggal nama saja, hilang lenyap terbawa arus Egoisme koalisi yang masih saja menguarkan figur Jokowi ataupun Prabowo sebagai alasan-alasan yang tidak masuk akal.
Kesimpulannya koalisi di parlemen yang Move on dan dewasa pada jaman sekarang ini sangatlah mudah untuk diamati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda