Aku sudah berusaha mengenakan pakaian yang tidak
mengganggu penglihatan orang tuanya dengan memakai baju paling sopan
ketika suatu waktu yang paling dinantikan terucap dari mulutnya,
menyebabkan aku sanggup berlama-lama didepan cermin mematut diri, Fadly
berkesempatan mengajaku untuk bertandang kerumahnya.
Sekalipun merupakan pertemuan yang pertama dengan
Ibunya Fadly, kesan silaturakhmi perdana tersebut meninggalkan suasana
hambar dihati, tidak ada keramahan dan respon yang menyenangkan walaupun
aku berusaha semampunya untuk menarik perhatiannya, entah parameter apa
yang dipakai ketika beliau menilai seseorang terutama teman perempuan
anaknya untuk menentukan layak atau tidak layak sebagai kekasihnya.
Hubungan kami nampaknya semakin tidak dapat
dibenahi lagi, menjurus kepada suatu titik kulminasi untuk mengambil
sikap dari keduanya, dari aku dan Fadly sendiri dan tulisan di wall
FaceBookku merupakan pertanda bahwa kini saatnya tiba untuk berakhir
secara baik-baik setelah selama enam bulan lebih kita selalu bersama,
bercanda dan menjalin manisnya rasa yang demikian sederhana menurutku,
tetapi kesannya teramat membekas begitu mendalam di hatiku barangkali di
hatinya.
==o0o==
Dua hari setelah pesan itu muncul di wall ku, dia
tidak tampak diberanda sekolah maupun di kelas, sempat kutanyakan kepada
rekan-rekan sekelasnya, jawabannya cukup mengagetkanku, beliau sakit,
tetapi tidak ada pesan maupun berita langsung dari Fadly mampir
ditelingaku, aku mencoba menjenguknya bersama rekan yang lain ketika
kabar sakitnya Fadly demikian mengganggu pikiranku. Dan di sebuah kamar
di rumahnya terlihat Fadly demikian pucat dan kurus dalam kondisi yang
sungguh mencemaskan semua yang hadir di ruang tersebut, aku mencoba
berempati seadanya walau Fadly menangggapinya dengan biasa-biasa saja,
tersenyum dan sedikit bercanda.
==o0o==
Kucoba mencari kesibukan di Fb ku, Tulisan lain muncul di dinding yang terpampang dalam layar monitor PC.
“ Halllo leony apa kabar, lama tidak berjumpa dalam
kegiatan ekstra kulikuler kita, kamu marah ya ? ” tulisan tersebut
ternyata dari Safta teman satu kegiatan esktra kulikuler di sekolahku,
entah kenapa tulisan tersebut menohok kesendirianku, semakin menambah
rasa terpurukku seolah teman-temanku bahkan seluruh dunia tau bahwa
hubunganku dengan fadly sedang dalam masa-masa kritis.
“Keadaanku baik-baik saja, kebetulan lagi ada
kegiatan di rumah, maaf mungkin besok aku akan kumpul lagi bersama
teman-teman “ jawabku singkat. Safta memang teman yang paling banyak
dikenal disekolahku, fosturnya tinggi juga dan kepribadiannya menurutku
cukup simpatik, amat menyenangkan, hal tersebut memang diakui oleh
seluruh rekan dalam grup eskulku, sehingga kalau tidak dibalas statusnya
bagaimana kata rekan lainnya, sudah terpuruk nambah masalah lagi wah
aku buru-buru offline saja dari situs jejaring social ini.
Ternyata dugaanku benar, bahwa berita hubungan
antara aku dan Fadly diantara teman-teman se SMA ku sudah sedemikian
menjadi isu yang terus menerorku dengan pertanyaan-pertanyaan paling
sensitif. Banyak sekali yang simpati terhadap kasusku, tetapi banyak
juga yang menguatkan hati Fadly melalui status tanda pedululi di wall FB nya, agar tidak
terpengaruh kemudian tenggelam dalam perasaan terpuruk, paling penting kondisi kesehatannya harus selalu diperhatikan ujarnya.
“Aku mau koo menjadi sarana pencurah muntahan
serapahmu “ ujar Safta sambil tertawa nyengir. “ siapa yang marah”
pikirku dalam hati.
==o0o==
Hampir dua minggu, Fadly tidak nampak muncul di sekolah
lagi, aku semakin khawatir saja dengan kondisinya, sedang Safta semakin
memburu mendekatiku, walaupun belum menyatakan apa-apa tetapi kerap dia
selalu memberikan perhatian berlebih. Setiap pagi menjelang berangkat
sekolah dia bersama motornya sudah nongkrong di gerbang rumahku berniat
meluncur kesekolah bersama-sama.
” karena jalur perjalanan dari rumah
menuju sekolah melewati rumahmu ” ujar Sapta ketika mencoba menanyakan
maksud dan tujuannya menjemputku.
==o0o==
Dua minggu lebih setelah menerima pesan dalam Wall
ku, aku larut dalam peristiwa yang sungguh tidak dapat dipercaya bahwa
kejadian tersebut benar-benar hadir diantara hubunganku dengan Fadly.
Dalam derai air mata serta kesedihan mendalam seluruh anggota
keluarganya, aku hadir berbaur bersama hampir seluruh teman kelasku
ditempat berkabung di rumah Fadly, suasana sendu menyeruak dimana-mana,
do’a-do’a yang dipanjatkan serta pesan empati disampaikan, aku sempat mencium punggung telapak tangan Ibunya ketika proses pemakaman usai dilaksanakan, beliau memelukku erat
seolah tidak ingin lepas, Dia merangkul tubuhku dan aku memeluknya
dengan lembut larut dalam suatu perasaan kehilangan yang sama.
“ Fadly sudah lama sakit, dokter sudah memberikan
vonis tentang rentang waktu hidupnya ” ujarnya terbata-bata, “Semenjak
SLTP dia terkena kangker paru-paru ganas, saat akhir hayatnya otaknya
sudah tidak lagi mendapatkan supply oksigen yang cukup” ujarnya pasrah.
“Mohon untuk dimaafkan dengan hati
yang ikhlas apabila Fadly selama ini mempunyai kesalahan, baik sengaja
maupun tidak disengaja terhadapmu dan rekan-rekan lainnya” ujarnya
lirih.
Di rumah berkabung itu, segalanya seolah tampak
kelabu, warna-warna hitam mendominasi upacara penghormatan terakhir
terhadap kekasihku, secara spontan saja suaraku terucap tanpa harus
terdengar oleh orang lain disekitarku, ada perasaan sesak di dada ini,
ada suatu kesempatan bisa mengenalmu lebih dalam, tetapi tidak dapat aku
manfaatkan moment tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Terimakasih Fadly atas selama kurun waktu
bersamamu, aku mempunyai kesan yang mendalam terhadap kepribadianmu,
jika ada kesalahanmu sudah sejak lama aku maafkan, semoga engkau tenang
menghadapNya.
Maafkan aku.
11-10-11
Alibukbrax