Rabu, 17 Agustus 2011

Merdeka atau Mati




Tugu peringatan layaknya merupakan suatu bentuk bangunan  fisik yang diciptakan oleh seniman khusus dengan maksud  menangkap inti dari suatu peristiwa luarbiasa yang patut untuk dikenang baik oleh pelaku sejarah itu sendiri atau khayalayak luas dari generasi ke generasi.

Tugu peringatan diperempatan jalan ini telah tercipta,  dipersembahkan oleh pemerintah dan lembaga yang peduli  terhadap peristiwa yang telah  terjadi ditempat ini, merupakan  suatu bentuk penghormatan  terhadap   kejadian yang telah mengorbankan jiwa dan raga yang tidak ternilai besarnya.
lalu kenapa diperempatan jalan  tersebut berdiri  suatu bangunan  kongkrit berupa tugu  ” bambu runcing”…….?

Seorang kakek yang sudah  tua renta telah berhasil dengan susah payah menyebrangi perempatan jalan tersebut, lampu trafic light berwarna merah memberi kesempatan bagi dirinya untuk dapat berjalan  didepan moncong berbagai kendaraan yang berhenti total dengan serempak, aneka kendaraan roda empat berderet dengan rapi mulai dari lampu merah sampai beberapa lapis  mengantri dibelakangnya, aneka merek dan tahun lansiran terpajang dengan elok. Kendaraan roda dua seolah tidak mau ketinggalan berbaur dengan posisi agak berserak bersiap menunggu trafik light berubah warna.

Sebelum mencapai ujung tepian trotoar disebrangnya, lampu tanda jalan untuk seluruh kendaraan sudah kembali menyala dan pak tua belum sampai dengan tuntas menyentuh trotoarnya, tinggal beberapa langkah lagi  mencapai tempat pejalan kaki berikutnya dan  kendaraan yang tadi berhenti kini sudah bergerak semuanya, membunyikan klakson dan berlari mengejar waktu.

Pak Tua menarik napas panjang sambil mengamati kecepatan kendaraan tersebut berlalu,  sempat terlihat pada saat lampu merah menyala tadi dan kendaraan berhenti semua, beberapa ibu-ibu menggendong bayi yang masih kecil menentang teriknya matahari siang, menengadahkan tangannya diantara pintu-pintu mobil berkaca gelap mengkilap, berharap rejeki hari ini dapat menyambung hidup diri bersama anak-anaknya. Nampak juga bocah-bocah kecil yang seharusnya sedang asyik duduk menimba ilmu disekolah dasar, kini mereka bergerak lincah membawa peralatan  yang mengeluarkan bunyian gemerincing, nada sumbang  berasal dari beberapa lempengan tutup botol yang dipaku ke batang kayu  untuk didendangkan dengan alunan lagu dewasa  mendayu-dayu, demikian fasih dan lincah anak-anak tersebut menggapai pintu-pintu mobil angkot, meloncat dari satu mobil ke lainya untuk meminta belas kasihan berharap uang recehan seluruh pengguna kendaraan umum tersebut. 

Bapak tua renta  terus saja memperhatikan dengan perasaan trenyuh dihatinya,  matanya tidak terasa mulai berkaca dan dia masih berdiri tegak dengan sisa-sisa tenaganya  diarea aman diperempatan jalan.
Teringat beberapa puluh tahun kebelakang ketika pekik merdeka berkumandang dimana-mana, teriakan nyaring memberi perintah berlindung dan maju kemedan laga dengan persenjataan alakadarnya, menyongsong moncong mesin pembunuh modern dimuntahkan tentara Belanda yang ingin kembali menguasai kotanya setelah beberapa waktu lalu dipukul mundur oleh bala tentara Jepang. Merdeka atau mati teriakannya nyaring membangun semangat rekan-rekanya.

Bambu runcing tersebut merupakan senjata  yang hanya mampu dipegangnya dengan kokoh, ujungnya dihias dengan secarik kain berwarna merah putih mengobarkan jiwa heroik mudanya, bersih hatinya dan menyala semangat belianya. Masih terlihat tanpa terlupakan teman-teman seperjuangannya bersimbah darah, dadanya diterjang peluru, teriakan Allohuakbar mengiringi nyawanya yang meregang, kebanyakan menutup usia ketika masih belia, umur enam belas dan  duapuluh  tahun waktu itu jiwanya telah terpanggil untuk membela kotanya, membela wilayah kedaulatan negara republik indonesia dari penjajah  yang ingin kembali  setelah bercokol beberapa abad lamanya.

Bambu-runcing yang berhias secarik kain berwarna merah putih tersebut kini diabadikan di tengah perempatan jalan, disekitarnya dipenuhi kendaraan mobil dan motor aneka merek, dihiasi juga dengan orang-orang papa yang  tergeletak mengelilingii area tugu peringatan tersebut, anak-anak dengan asyik bermain diantara debu asap knalpot, ibu-ibu dengan balitanya terpanggang panasnya sinar matahari.

Lelaki tua renta tersebut kini hadir menjelang peringatan hari ulang tahun kemerdekaan yang pernah sedikit menorehkan sejarah hidup yang dilaluinya, ditempat ini  beberapa puluh tahun silam Ia bersama rekan-rekannya telah mengerahkan segala upaya yang dipunyainya, bertempur  mempertahankan agar merah putih tetap berkibar  indah.


Kini ditempat ini juga dibatas pertempuran sengit itu berlangsung dengan  suara hampir tidak terdengar karena bibirnya bergetar gemetar hebat……Ia mengucap pekik merdeka dengan lemah………..Meerdeekaaaa………

Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia, semoga hari ini dan yang akan datang lebih baik dari hari kemaren...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda