Senin, 16 Mei 2011

Kirim Cerpen / Opini Ke Koran Yuuuuk !




Kirim Cerpen ke koran Yuk!

oleh Info Lomba dan Peluang Menulis pada 15 Mei 2011 jam 21:16
BERIKUT alamat-alamat email redaksi koran, majalah, jurnal dantabloid yang menerima kiriman cerpen. Anda yang mengetahui info terkini terkait alamat-alamat email redaksi dimohon bantuannya dengan menuliskannya pada komentar Anda.
Selamat Menulis Kreatif!

1. Republika
sekretariat@republika.co.id
2. Kompas
opini@kompas.com, opini@kompas.co.id
3. Koran Tempo
ktminggu@tempo.co.id
4. Jawa Pos
dos@jawapos.co.id, editor@jawapos.co.id
5. Suara Merdeka
triwikromo@yahoo.com
6. Suara Pembaruan
koransp@suarapembaruan.com
7. Suara Karya
amiherman@yahoo.com
8. Jurnal Nasional
tamba@jurnas.com
9. Jurnal Bogor
donyph@jurnas.com
10. Seputar Indonesia
donatus@seputar-indonesia.com
11. Pikiran Rakyat
khazanah@pikiran-rakyat.com
12. Kedaulatan Rakyat
redaksi@kr.co.id
13. Sinar Harapan
redaksi@sinarharapan.co.id
14. Tribun Jabar
cerpen@tribunjabar.co.id
15. The Jakarta Post (English)
editorial@thejakartapost.com
16. Surabaya Post
redaksi@surabayapost.info
17. Lampung Post
lampostminggu@yahoo.com
18. Bangka Pos
redaksi@bangkapos.co.id
19. Riau Pos
redaksi@riauposonline.com, habeka33@yahoo.com
20. Sumut Pos
redaksi@hariansumutpos.com
21. Global Medan
tejapurnama@yahoo.com
22. 
Berita Pagi

huberitapagi@yahoo.com
23. Padang Ekspres
redaksi@padangekspres.co.id
24. Jurnal Cerpen
jurnalcerpen@yahoo.com
25. Majalah Horison
horisoncerpen@centrin.net.id, horisonpuisi@centrin.net.id, horisonesai@centrin.net.id dan kakilangit@centrin.net.id (khusus memuat karya-karya pelajar setingkat SMA)
26. Majalah Sabili
elkasabili@yahoo.co.id
27. Majalah Ummi
kru_ummi@yahoo.com
28. Majalah Femina
kontak@femina-online.com, kontak@femina.co.id
29. Majalah Story
story_magazine@yahoo.com
30. Tabloid Nova
nova@gramedia-majalah.com


CONTOH PENGANTAR PENGIRIMAN
[1] Ada contoh bagus dari almarhum Kuntowijoyo, yang dicuplik pengasuh Horison pada cover majalah itu, Mei 2005.
Assalamu’alaikum w.w.
Redaksi Horison Yth.
Bersama ini saya kirimkan naskah “Maklumat Sastra Profetik”, meskipun terlalu panjang untuk format majalah. Karena itu, mohon jangan merasa di-faith accompli dan dipaksakan pemuatannya. Anggap saja kiriman ini sekadar sebagai pemberitahuan bahwa saya sudah menuliskannya.
Semua itu saya kerjakan, karena saya terlanjur dikabarkan—terutama lewat Horison—sebagai penganjur Sastra Profetik. Dan saya merasa “berdosa” kalau tidak saya kirim ke Horison terlebih dahulu. Sekali lagi, jangan segan-segan untuk TIDAK MEMUAT.
Mohon berita lewat telepon 0274-881-xxx, terutama selepas pukul 8:00 malam.
Wassalamu’alaikum w.w.
Yogyakarta, 1 Februari 2005
Kuntowijoyo

[2] Ahmadun Yosi Herfanda, (mantan) Redaktur Sastra Republika, pernah menulis begini,
“Berhubung ada perubahan disain dan ukuran huruf untuk rubrik Sastra, maka para penyumbang naskah harap memperhatikan hal-hal sbb.
[a] Panjang naskah Cerpen dan Esei antara 7-8000 karakter (with space), diketik dengan program MSWord, dan tiap judul naskah dalam satu file.
[b] Untuk kolom Oase diutamakan sajak-sajak pendek, panjang tiap sajak tidak lebih dari satu layar MSWord (2-5 bait pendek).
[c] Dalam sekali kirim minimal enam judul sajak, dan dikemas dalam satu file, disertai biografi singkat dan foto diri close up bergaya santai.
[d] Semua naskah harus dikirim melalui email dengan sistem attachments ke sekretariat@republika.co.id ditujukan ke Redaktur Sastra, dan lampiri nomor rekening bank untuk pengiriman honor.
[e] Naskah-naskah yang tidak memenuhi prosedur di atas tidak akan diperhatikan. Terima kasih.


Sumber: http://lakonhidup.wordpress.com/redaksi/

NB: silakan share dengan mencantumkan sumber aslinya:)

Minggu, 15 Mei 2011

Ketika Hak seseorang harus dipenuhi



Ada warna merah jingga ketika mentari singgah di tepian sungai, menggantikan dinihari berselimut embun yang menetes pelan sehabis hujan rintik-rintik semalaman, ada sungai mengalir cukup deras ketika laku menyusurinya kemudian hendak menyebrang diantara bebatuan besar kecil diarusnya, Paijo sang pemuda lajang ketika umurnya genap dua puluh lima tahun, mengukur dengan kakinya sendiri seberapa dalam dan derasnya tarikan alam semacam gaya kesetimbangan ketika dihulu volume airnya semakin meningkat, sungai tersebut hendak membagikan berkah dan karunia kedalam sebagian kecil harmoni keindahan jagat raya, tidak sebagai amuk kemarahan ketika makhluk ber derajat paling tinggi menentang dan merusak harmoni tersebut. “Air akan kembali menjadi air tidak ada yang berkurang sedikitpun ketika  dalam berproses, air tetaplah menjadi air begitu seterusnya ketika berubah wujudpun akan kembali menjadi air pada saat waktunya tiba” begitu tuturan  sang guru yang merasa gemas menyikapi phenomena gelisah dan amarah yang meraja lela, “dia butuh gaya dan ketika gaya tersebut hilang, jangan disalahkan ketika membabibuta” ujarnya dalam suatu pagi suram sendu ketika Paijo menikmati secangkir kopi dan goreng ubi serta  hangatnya pisang di beranda rumahnya ditingkahi alunan derai hujan menumbuk bumi.

Kedalaman arus hanya setinggi lutut gumannya, belum lagi dapat memilih dan memilah batu mana yang dapat digunakan sebagai tumpuan berat badannya dan titian permukaan yang lapang untuk diinjak sebagai penumpu. Dipertengahan arus bening ditemui sebuah jambu agak besar, masak kekuning-kuningan, masih segar seperti baru jatuh dari pohon nun entah darimana asalnya kemudian terperangkap arus. Perutnya terasa keroncongan ketika berhasil memungut buah segar  dan mulut serta giginya bekerja bercampur air liur yang menuntaskan panggilan harat laparnya.

Ternyata segar pikirnya, tuntas sudah panggilan isi perut, kini yang hadir di tubuhnya membangkitkan gairah energi baru untuk menapakan kaki menuju arah tujuan semula. Sebuah rezeki kehendak Gusti Allah”,   sekali lagi bibirnya berguman pelan diselingi rasa syukur.

Dalam langkah demi langkah kaki menapaki kedalaman air diantara batu-batu yang berserakan dia tetap saja tercenung atas peristiwa ketidak sengajaan, sebuah jambu agak besar segar dan sedap rasanya telah menuntaskan degup hasrat kebutuhan akan energi terbarukan, Dia tetap saja menerawang bagaimana jika jambu tersebut ada pemiliknya yang merasa geram ketika satu-satunya yang diharapkan tidak sengaja terjatuh dari pangkuan kemudian terbawa arus sungai atau jambu tersebut memang sedang ditunggu pemilik pohon agar pada waktunya dapat dipetik dan dipersembahkan kepada cucu yang penuh harap menantikannya. Paijo merasa seolah pikir dan hatinya bergejolak, hanya sebuah jambu tetapi ketika memakan bukan miliknya dan menjadikan pengambilan tidak sengaja yang menjadi hak orang lain memposisikan diri teramat menyesali nasibnya. Disusurinya pinggiran sepanjang sungai tersebut selepas menyebrangi arusnya, kehulu, barangkali ada yang dapat menerima maaf atas keteledornnya.

Diperjalanan menyusur  pinggiran sungai, tak putus-putus pikirnya menanyakan apakah ada yang merasa buah jambu miliknya hanyut kesungai… Disepanjang perjalannan  yang ditemui hanya gelengan kepala sebagai jawaban atas rasa kepenasarannya. Hingga akhirnya seseorang mengarahkan ke suatu rumah yang terletak dipinggiran sungai.

Disuatu tempat yang nyaman dengan kerindangan  pohon besar, berdiri sebuah rumah sederhana namun cukup besar, kokoh pohon jambu besar juga  menaungi rumah tersebut, rantingnya menjulur kesegala arah, ke atas permukaan sungai, dikerindangan terdapat beberapa buahnya yang sebagian belum matang. Paijo semakin yakin bahwa dari tempat inilah jambu yang dia nikmati tadi  berasal, menilik dari lokasi dan besaran ukuran buah yang sama persis.

Diketuknya pintu tersebut pelan dan seorang kakek menyambut dengan ramah; Rampes kisanak, ada angin apakah gerangan yang membawamu ke rumah sederhana ini “ ujar sipemilik rumah penuh rasa penasaran dan seraut senyum yang tak terbantahkan sebagai ujud keramah tamahan penduduk desa.  Paijo menerangkan maksud dan tujuannya menemui penghuni rumah, dirinya semata hanya mencari sipemilik buah jambu untuk sekedar meminta maaf atas keteledoran terbujuk oleh bisikan perutnya yang memanggil-manggil. Pak tua hanya mendengar tuturan Paijo kemudian tertawa terbahak-bahak. “Memang buah jambu itu satu-satunya yang ditunggu anakku untuk dipetik”, ujar Pak tua ketika memeriksa pohon miliknya. “Permintaan maaf kisanak akan keteledoran memakan buah bukan haknya dikabulkan ketika syarat sudah terpenuhi“ Ujar Kakek, terlihat mimiknya memancarkan keseriusan dalam ucap. Paijo tepekur mendengar tuturan kata “syarat satu-satu yang dapat menghapus kesalahannya, dia hanya bisa pasrah asalkan terbebas dari belenggu pikir dan perasaan, dia tetap menunggu ucapan dari bibir sang kakek berikutnya. ”Ki sanak harus rela mempersunting anak gadisku yang telah menunggu lama ketika akhirnya tidak kesampaian untuk memetik  buah jambu tersebut” ujarnya sambil meraut bilah bambu dengan pisau tajam

Dia tunanetra” Ujar pak tua melanjutkan ucapannya,  Paijo jadi tidak enak sendiri dalam posisi   duduknya…
Dia tunawicara”   Paijo semakin melongo…
Dia Tunarungu” Paijo semakin gelisah, bagaimana mungkin dia dapat memperisteri seorang perempuan  tunanetra, tunawicara dan tunarungu, kondisi dirinyapun belum semujur teman-temannya yang telah berhasil hidup dikota, kini permasalahan baru bertambah pula. Paijo tidak dapat menolak persyaratan tersebut, yang ada dipikirnya hanya ingin lepas dari perasasaan bersalah atas keteledoran yang diciptakannya sendiri, kini Dia hanya bisa pasrah akan nasib dan berharap kemurahan Gusti Allah semata.

Neng Ratna geulis, kesini sebentar, ambilkan dua cangkir kopi dan sepiring pisang goreng Nak, ada tamu berkunjung kerumah kita” Ujar sang kakek disambut oleh suara halus dari dalam Rumah, lho koooo….
Tidak lama kemudian muncullah seorang perempuan berparas cantik, membawa nampan berisikan dua cangkir kopi dan sepiring penuh pisang goreng yang masih mengepul, lho kooo…..
Keheranan Paijo semakin memuncak ketika sang gadis tersenyum sambil mengangguk tertuju kearahnya sebelum sosok mempesona tersebut berlalu menuju ruang dalam rumah.

Ternyata Dia hanya seorang gadis yang hanya melihat ketika memang menjadi haknya untuk dilihat, berucap ketika memang harus menuturkan kata-kata dari mulutnya yang memang haknya untuk bertutur, mendengar suara-suara yang memang haknya untuk didengar, Dia tidak melakukan apapun yang bukan haknya, seperti juga Paijo yang tidak nyaman ketika memakan buah yang bukan haknya.

Dikisahkan kembali berdasar sebuah cerita dari seorang  Guru, sebagai penebus rasa kepenasaran untuk mengikuti “Paradoks” yang tidak sempat terlaksana ketika waktunya berlangsung.

Senin, 09 Mei 2011

Akhirnya Isteriku Rela Dimadu


Menjelang maghrib biasanya aku baru pulang kerumah dari kantor, jangan ditanyakan kembali isu sensitif ini kenapa pulang kantor terlambat, malah justru menjelang maghrib bahkan kadang-kadang lepas Isha aku baru beranjak menuju rumah. Yap pertanyaan tersebut sering disampaikan isteriku juga sesaat setelah aku tiba dirumah. Awalnya sempat untuk tidak menjawab beberapa pertanyaan yang berkesan panas tersebut tentang keadaan yang sebenarnya terjadi dengan kesibukan yang aku buat sendiri selepas jam kerja, disaat kesibukan sebenarnya memang sudah berakhir sesuai dengan tujuanku semula dan dimaklumi oleh isteriku ketika pagi-pagi aku mengenakan pakaian khas kantor dan mulai pamit meninggalkan rumah mengendarai kendaraan dinasku.

Isteri keduaku memang sungguh meng-asyikkan, mampu membuat waktu demikian cepat bergulir, berjam-jam terlena dengan pesonanya, selalu dengan sabar dan selalu menerima setiap curhatku, memaklumi apa-adanya segala kelemahan dan kelebihanku. Hal tersebut membuat aku semakin keranjingan dengannya. Rindu setengah mati ketika beberapa waktu saja aku terpaksa meninggalkannya, ketika kesibukan sebenarnya telah lepas menyita waktuku.
Itulah awal  hubungan ku dengan si dia yang kucintai, dan reaksi diamku terhadap beberapa pertanyaan istriku adalah karena merasa rikuh saja, tokh aku belum terlalu dekat sekali dengannya belum mengenal luar dalam, siapa tau malah seperti hal-hal yang biasa aku geluti, awalnya saja suka untuk beberapa saat kemudian menjadi amat membosankan dan kutinggalkan dengan diam-diam, mundur secara teratur.

Sesaat ketika hubunganku merasa cukup mantap, serasi dengan hati, barulah kuberanikan diri berbicara baik-baik dengan isteriku, kuambil waktu yang pas sesuai dengan kondisi moodnya ketika sedang bungah, ceria, di ruang santai yang biasa aku bercakap-cakap ringan dengannya. Kusiapkan laptopku yang banyak menyimpan data-data tentang dia termasuk pict nya. Suasana memang semakin menegang ketika mulut hendak mengucapkan dengan sebenarnya tentang semakin meningkatnya hubunganku dengannya, menurutku sih hal tersebut lumrah saja ketika waktu dan kasih sayang memang harus terbagi untuk manusia dewasa sepertiku dan sepertinya, sebagaimana tetanggaku pun demikian mencintai mobil barunya yang tampak seksi menurutku, mobil yang berbokong bulat mirif tabung dan nyaman serta bernilai prestise tinggi ketika dibawa jalan dipamerkan kepada orang-orang. Yap kerap aku iseng bertanya kepada tetanggaku tentang isteri barunya itu, dia semangat menjawab pertanyaanku dengan perasaan bangga dan bermimik amat ceria

Yak sejak dari awal aku terlibat dengan dunia blog dan keranjingan dengan blog bersama Kompasiana seolah aku lupa sementara dengan istri serta anakku, menurutku berbagi kasih dengannya berdampak positif bagiku dan bagi isteriku sendiri. Sebagaimana istriku dan anakku juga melupakan aku untuk sementara, hanyut ke dalam hobbynya masing-masing.
Pada akhirnya memang isteriku menyetujui untuk dimadu, merestui hubunganku dengan Kompasiana setelah menyimak beberapa tulisanku dan tulisan rekan-rekanku, kemudian dia maklum dengan sesadar-sadarnya ketika berjam-jam terkadang sampai begadang sibuk nulis atau hanyut dalam aneka ragam tulisan dalam blog keroyokan tersebut.

Telah satu tahun lebih sedikit  isteriku dimadu,  beberapa hari menjelang ulang tahunku bergabung dengan Kompasiana ( 3 April 2011), Alhamdulillah sudah terkumpul sekitar 80  tulisan yang sudah dibuat dan kondisinya saat ini sudah ku hapus untuk disimpan dalam file di komputer pribadiku agar lebih leluasa diedit disambung-sambung alakadarnya supaya terkesan mengalir dan membentuk suatu rangkaian tulisan.

Sampai saat inipun, walau tidak sesering  seperti awal-awal aku gabung dengan Kompasiana dulu, kerap membuat beberapa tulisan sederhana dan rasanya  aku rela koo berjam-jam menyimak beberapa tulisan teman.

Hahahaha lebay ngaaaak ya…engggaklah saya kira banyak  koo temanku yang sudah terlanjur senasib seperti saya. Just kiding tetapi benar adanya.

Indahnya ngeblog di blog keroyokan


Jaring yang dicipta seekor labah-labah saling terjalin kuat diantara bidang-bidang untuk membangun perangkap yang tersusun apik, terangkai dengan kekuatan dan nilai seni tinggi sebagai bagian dari perilaku nalurinya untuk mempertahankankan hidup bahkan untuk keberlangsungan spesiesnya, hidup mati menyendiri dengan perangkap yang diciptakan sendiri, diam menunggu serangga mangsanya terjerat.
Kesatuan, menjalin dan menjaga kekuatan bersama adalah kekuatan itu sendiri, seperti rantai saling terhubung, kelemahan dan kekuatan rantai justru terletak pada biji mata rantainya.
.
Terkagum ketika mengamati segerobolan lebah bersarang ditempat-tempat tinggi, di pohon-pohon, di pojokan bawah atap rumah, seumur hidupnya tanpa mengenal sentuhan bumi apalagi ditempat-tempat kotor kecuali ketika mati barangkali, bergiat beterbangan kesana kemari mencari sumber makanan untuk kemudian hinggap mensesap zat sari bunga, zat terlindung dalam keindahan warna-warni indah merekah. Segerombolan lebah-lebah yang kembali kesarangnya membawa hasil sesapannya tuk disimpan dapat dijadikan minuman dan makanan yang bersih, lezat lagi menyehatkan bagi dirinya dan sangat bermanfaat bagi manusia.

Demikian juga bergiat di blog, selain sebagai sarana menumpahan isi pikir dan perasaan untuk kebaikan, kesehatan jiwa dan pikir diri, juga mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi orang lain yang sempat mampir di blogku.

Tak terasa selama kurun waktu sekitar satu tahun berkecimpung dalam blog keroyokan Kompasiana, telah lahir beberapa tulisan saya, tulisan-tulisan tumpahan pikir dan rasa yang kebanyakan diambil dari apa yang dilihat dirasakan, didengar dan dipikirkan untuk di buat sebuah tulisan sebagai bagian dari catatan pribadi yang tersimpan rapi. Isi materinya tidak ada yang aneh tentunya, karena menyarikan dalam sebuah pengalaman pribadi baik dimasa lalu dalam kenangan langkah-langkah tapak yang telah terlalui maupun yang didapat secara spontan saja selama menggauli diri sendiri mengakrabi lingkungan sekitar beserta rekan-rekan atau orang-orang yang saya protret berdasar rasa dan kemampuan pikir diri sendiri.
Banyak sekali manfaat selama bergaul dengan sesama rekan di blog keroyokan Kompasiana ini, selain sebagai sarana belajar yang tentunya tidak boleh padam walau usia telah menjelang, membaca dan menyimak tulisan rekan sekaligus menimba dan mengumpulkan pengetahuan, tertawa cekikikan dalam hati, hanya terulas senyum saja di bibir ketika materi tulisan rekan menggelitik hati.

Di aneka warna-warni karya fiksi, hati dan pikir terimbas dikedalaman rasa ketika tenggelam dalam karya rekan, sebuah kanal di jejaring Kompasiana yang menjadi paporit saya, bagiku karya fiksi dapat mempertajam, mengasah rasa dan pikir agar tidak tumpul karena waktu.

Daftar jumlah Rekanku tidak banyak memang, tetapi bukan berarti saya enggan untuk menjalin persahabatan dalam sarana yang sudah disediakan oleh admin di acount saya, tetapi memang kenyataannya saya suka sekali kelayaban di beberapa kanal untuk sekedar singgah dan menikmati karya tulis rekan yang lain, walaupun kebanyakan saya jarang berkomentar, ruang kotak yang disediakan untuk komentar sebenarnya menarik perhatianku, karena setelah menikmati karya tulis juga dapat menikmati arena diskusi yang dibangun oleh rekan-rekan lainnya, disitulah inti dari kualitas sebuah karya menurutku, kualitas karya tulis yang dapat berkembang dan mencerahkan peserta diskusi maupun pembaca fasif seperti saya, manfaatnya jadi mengunung memahami detailnya dan menjadi ajang penambah pengetahuan kumplit dan pembelajaran diskusi yang positif, sayang kotak-kotak komentar ini kadangkala menjadi arena adu argumen tidak berdasar dan melenceng dari konteksnya sehingga diskusi menjadi arena adu otot jemari ketika menyentuh tuts-tuts keyboard PC untung saja jumlahnya tidak begitu banyak dan kondisinya saat ini sudah menjadi tenang.

Hasil diskusi yang terbangun dari serangkaian komentar justru dapat menghasilkan karya tulis lain yang jauh lebih berkualitas, hal ini banyak dipraktekan oleh rekan-rekan kompasianer mumpuni yang saya sempat amati dari hasil perambahan menyimak karya-karya tulis di blog kompasiana ini, rangkaian komentar dapat dijadikan semacam sebuah penggalian ide baru yang mucul secara beriringan dan berkelanjutan.

Ada juga yang sering membuat karya dengan judul kontroversil terkadang berkesan bombastis, tetapi menurutku isi tulisanya tidak segarang judulnya dan terkesan memancing peserta yang mampir ke karyanya untuk membangun diskusi, dalam situasi demikian diperlukan admin diskusi yang handal, tidak memihak menjurus kedalam konteks, tidak terimbas kedalam judul kontropersial dalam arena diskusi.
Sepertinya saya setuju dihapusnya kanal tentang agama, agama seyogyanya memang sejalan dengan yang diyakini masing-masing, dilaksanakan dan didirikan secara internal bagi pemeluknya masing-masing.

Banyak sekali manfaat yang didapat dari blog jejaring sosial Kompasiana ini yang luput dari kemampuan saya untuk menampungnya karena demikian banyak peserta dan ragam materi yang disampaikan oleh anggotanya, Suatu blog keroyokan yang pesertanya dari Warga Negara Indonesia yang berada didalam negeri diseluruh pelosok Nusantara juga kerap lahir karya tulis dari Warga Negara Indonesia yang tinggal diluar negeri, menginformasikan tentang keindahan alam, tempat-tempat unik, sosial budaya dan lain-lain yang beraneka ragam dari berbagai pelosok negeri sendiri maupun dari berbagai negeri yang barangkali hanya sempat ternikmati dari karya tulis dan photo-photonya saja, hal tersebut tentunya sangat bermanfaat dapat menambah wawasan. Kita disini dapat menikmati berita-berita dan informasi yang berada jauh dari saudara-saudara kita yang berada diperbatasan, diluar negeri hanya dengan membuka media Kompas khususnya Kompasiana sebagai karya bangsa yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan khususnya oleh warga bangsa sendiri. Itulah yang sempat saya kemukakan dalam tulisan pasca satu tahun berkecimpung di blog keroyokan Kompasiana ini.

Tidak ada maksud di hati dalam tulisan ini untuk menyinggung dan memojokan seseorang, golongan, kaum ataupun agama, oleh karena itu jika ada kesalahan mohon dimaafkan.
Sekali lagi saya kagum terhadap perilaku lebah, mudah-mudahan dalam mengelola akun pribadi dalam Blog kebersamaan ini terimbas oleh gerak dan laku kebersamaan lebah untuk dapat ditarik manfaatnya.

Kutanyakan pada Matahari dan Rembulan


Kutanyakan pada Matahari dan Rembulan




Ingin ku hentikan terbit terbenamnya matahari serta rembulan yang menggerogoti usia

Akan kutanyakan pada siang tentang terang dan gemerlapnya bumi,
setiap kelepak gerakmu mencuri hidup dan kesenanganku

Akan kutanyakan pada malam tentang  gelap dan temaramnya bumi,
setiap kelebat bayangmu mengambil mimpi dan gairahku

ternyata semuanya berlalu dengan anggun
Ketika tiba-tiba tersentak
mengagetkan

Hidup, mimpi, kesenangan dan gairah meninggalkanku
tergesa
ketika semuanya menjadi terlambat