Selasa, 31 Juli 2012

Bagai Nyala Lilin, Rela Hancur Demi Penerangan


“Aku tidak ingin menjadi lilin” ujar Bunga dalam sekesiap lirikan lalu pandangannya dialihkan pada kaca jendela buram di rinai hujan, disana sini basahnya berkumpul  menjadi satu saling memadu menjadi setitik embun kemudian turun meleleh karena beratnya membentuk garis-garis akibat gaya gravitasi.

“Ini hanya sebuah poem saja “ ujar Rajab dalam tatap keheranan, aneh, suasana malam jum’at ini kok mendadak kekasihnya menjadi sensitif.

“Iya aku tahu, lilin menyala demi menerangi sekelilingnya, membiarkan dia sendiri hancur meleleh lalu habis, apa tidak konyol ituh” Bunga menimpali seolah tidak mau kalah
“Nanti dulu jangan gusar, Menerangi sekelilingnya itu pengertiannya luas koo”, ujar Rajab masih penasaran, masalah poem suasana menjadi ribet begini. “oke kalau tidak berkenan ganti topik saja”.

“Nggak usah, saya ingin tau saja pendapat kamu tentang  penerangan, coba jelaskan, saya akan setia mendengar dan menyimak” ujar bunga tetap  bersikukuh ingin melanjutkan diskusi
“Ya pengertiannya, penerangan kan menciptakan suasana terang yang tadinya gelap, itu dapat bermakna ilmu pengetahuan, yang tadinya tidak diketahui menjadi tahu, kesadaran tentang jalan hidup yang tadinya sumpek menjadi jelas solusinya atau bisa saja sesuatu yang tadinya kamu tidak mengetahui tentang jalan yang benar menjadi lurus, konotasinya maknanya demi perbaikan hidup”.

“Lalu tentang meleleh, yaa meleleh kan hancur demi makna perbaikan hidup seperti yang dimaknai oleh kamu” ujar Bunga serius , sore yang dingin kini suasananya justru mulai menghangat, “jadi menurut saya poem tersebut bermakna negatif, oke kalau lilin menyala  memberi penerangan itu dimaknai positif lalu meleleh maknanya negatif itu dapat diartikan positif berhubungan dengan negatif bisa jadi negatif kan…”.

Hahahaha, “susah kalau berdebat dengan akhli matematika kayak kamu, tetapi entar dulu kok saya jadi sependapat denganmu, kalau saya dapat memberi pengertian terhadap makna seperti lilin yang menerangi sekitar walau dirinya sendiri hancur meleleh itu persis seperti cerita dari Bapak saya dikampung, beliau sempat menasihati saya sebagai berikut :

“Janganlah kau berucap bagai ucapan orang-orang akhli ibadah, namun perbuatanmu seperti perbuatan orang-orang Munafik, Bila kamu diberi merasa kurang puas, Jika diberi cobaan tidak sabar, Kamu menyuruh orang untuk berbuat baik, nyatanya kamu sendiri tidak mengerjakannya. Kamu melarang orang , namun kamu sendiri tidak berhenti dari Perbuatan itu. Kamu mencintai orang-orang Shalih, namun kamu bukanlah termasuk golongan Mereka. Kamu membenci orang-orang Munafik, nyatanya kamu termasuk dari Mereka. Kamu berkata namun tiada kamu kerjakan. Dan kamu kerjakan apa-apa yang tidak diperintahkan padamu. Kamu minta ditepati, nyatanya kamu sendiri tidak mau menepati”*.

“Lalu persamaanya dengan poem tersebut ya mirip demikian, kau berusaha menerangi sekitar padahal dirimu hancur meleleh kan. Kau setuju..?”

“Ok aku menyimak” ujar Bunga, kini suasana menjadi terang dan Rajab Mulai merasa ngantuk, permisi pulang.

Tinggal Bunga merenung sendirian dimalam musim penghujan

*Sumber referensi : Hadits Qudsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda