Jumat, 09 Desember 2011

Makna Bentuk Dasar dalam Ungkapan dan Peribahasa Sunda

Entri Baru

Aku menyukai  bulat, bulat itu seksi  menurutku, maksudku bukan telanjang bulat yang dapat membuat  mata orang melotot kemudian seperti tersihir, tetapi yang dimaksud adalah bentuk  geometris bulat dan turunannya, baik itu strukturnya  tampak rapuh, tipis atau masiv padat yang jelas memang bentuk bulat itu sudah banyak ditemui didiri kita masing-masing maupun disekeliling  kita. Aku Baru tau  setelah menonton banyolan extra paganza bahwa ternyata  ada bentuk bulat yang hanya  terdapat pada cowok saja, tidak dimiliki oleh cewek,,,, nah loooo…apakah itu….hahaha …pasti semua sudah pada tau jawabannya,  apakah itu…? (bukan horror lhoo)

Youps  benar, jawabannya memang rada-rada mbanyol menurut versi mereka yaitu  : hurup “O” ( cow(o)k dibanding Cewek )

Sejak jaman dahulu kala manusia belum mengetahui bahwa bumi ini bulat, berbagai pemahaman kala itu beranggapan bahwa bumi yang kita pijak ini datar-datar  saja, sehingga pada suatu tempat nun jauh disana, bumi akan menemui ujungnya, bumi  akan mencapai  batas terakhir wilayahnya dan  keadaan seterusnya entah berupa apa, sehingga  kealam mana ketika manusia melewati batas tersebut. Namun berdasarkan berbagai pengalaman pandangan mata ketika memperhatikan kapal  menuju pantai yang terlihat pertama kali adalah tiangnya kemudian buritannya, tidak ujug-ujug Nampak semuanya. Berbagai penelitian sedikit demi  sedikit membuktikan bahwa bumi berbentuk bulat sehingga tidak mempunyai batas akhir hanya berbatas wilayah, apalagi ketika manusia sudah dapat pergi keluar angkasa dan melihat bentuk bumi  yang sebenarnya atau dari kejauhan sana  satelit dan pesawat luar angkasa mengirimkan photo-photo bentuk bumi  yang memang benar- benar  bulat.

Bentuk geometris merupakan symbol
Bentuk-bentuk geometris  dapat merupakan symbol yang membawa nilai emosional  tertentu, hal tersebut memang bisa dipahami mengingat bentuk atau rupa dapat mempunyai muatan kesan kasat mata, seperti yang diungkapkan Plato, bahwa rupa atau bentuk merupakan bahasa dunia yang tidak dirintangi oleh perbedaan-perbedaan seperti terdapat dalam bahasa kata-kata. Namun teori Plato tersebut tidak harus  berlaku sebagai mana mestinya. Ada aspek lain yang mengakibatkan bahasa bentuk tidak selalu efektif, seperti penerapan bentuk-bentuk internasional dengan target sasaran tradisional atau sebaliknya. Dengan kata lain, bila target sasaran terbiasa dengan bahasa kasat mata tradisional, pergunakan bahasa kasat mata internasional demikian pula sebaliknya. Hal tersebut dapat di pahami kenapa Negara lain tidak memilih dan  menggunakan  bentuk “keris” sebagai lambang negaranya, maupun sebagai elemen penunjang logo Negara tersebut.

Makna Bentuk Dasar dalam Ungkapan dan Peribahasa Sunda
Jamaludin dalam karya tulisnya“ Konsep Estetika dalam budaya rupa Sunda sebagai kajian awal, menyatakan bahwa :
Dalam khasanah seni rupa, desain dan arsitektur serta matematika dikenal tiga bentuk dasar yaitu segi empat bujursangkar, lingkaran dan segitiga. Ketiga bentuk dasar ini ditemukan dalam babasan (ungkapan) dan paribasa (peribahasa) Sunda.

A. Segi Empat
Bentuk segi empat bujur sangkar terdapat dalam ungkapan “Hirup kudu masagi”. Ungkapan yang berisi petuah yang artinya hidup harus serba bisa. Bentuk lain, ”jelema masagi” (Natawisastra,1979:14, Hidayat, 2005:219) artinya orang yang memiliki banyak kemampuan dan tidak ada kekurangan. Masagi berasal dari kata pasagi (persegi) yang artinya menyerupai (bentuk) persegi.
Ciri bujursangkar adalah keempat sisinya berukuran sama. Kesamaan ukuran empat bidang pada bentuk bujursangkar ini diibaratkan berbagai aspek dalam bentuk tindakan atau perbuatan di dalam kehidupan yang harus sama dalam kualitas dan kuantitasnya. Umumnya ungkapan ini dipahami sebagai perlambang untuk hidup serba bisa sehingga tercipta kesempurnaan perbuatan atau perilaku dalam hidup. Pengertian serba bisa atau serba dilakukan dalam arti positif dengan penekanan utama mengarah pada dua aspek pokok kehidupan manusia, yaitu kehidupan duniawi (bekerja, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam) dan kehidupan di akhirat nanti (hubungan manusia dengan Tuhan).  Bentuk segi empat bujur sangkar secara absolut tidak terdapat di alam. Dengan kata lain, bentuk ini adalah ciptaan imajinasi manusia hasil abstraksi dari rupa yang ada di alam. Bentuk segi empat lainnya, seperti empat persegi panjang adalah turunan dari bentuk bujur sangkar ini.

B. Lingkaran
Bentuk lingkaran terdapat dalam ungkapan “Niat kudu buleud” (niat harus bulat). Niat berkaitan dengan persoalan keteguhan sikap, keyakinan serta kepercayaan yang pada ujungnya bermuara pada masalah keimanan atau spiritual. Bentuk bulat dibuat dari garis melingkar dengan ujung saling bertemu, dengan jari-jari dari titik pusat ke setiap sisi berukuran sama. Bila mengacu pada bentuk-bentuk yang ada di alam tampak bahwa lingkaran terdapat pada berbagai objek seperti bulan dan matahari di angkasa, berbagai bentuk bunga-seperti bunga teratai dan beberapa jenis daun memiliki bentuk dasar lingkaran atau bulat. Bentuk lingkaran mempunyai keunikan yang tidak dimiliki bentuk dasar lain, seperti riak di permukaan air. Bila permukaan air tersebut terganggu seperti karena suatu objek jatuh pada permukaan air tersebut, di sekitar objek, karena pengaruh gravitasi, air bereaksi dengan membentuk lingkaran yang bergerak membesar mengitari objek.

Di luar budaya Sunda, bentuk lingkaran dalam konteks yang lebih luas, telah banyak dipakai sebagai penanda bagi makna spiritual dalam berbagai wilayah seperti seni, agama dan ideologi. Misalnya dalam tradisi seni lukis Kristen/Katolik, untuk memberi tanda suci pada objek manusia, biasanya diberi lingkaran putih di sekitar kepala (halo). Sementara dalam wilayah agama Islam, meski tidak ada aturan formal mengenai lambang, bentuk bulan dalam bentuk yang mudah dikenali yaitu bulan sabit, umumnya dipahami sebagai  lambang islami. Contoh yang umum adalah sebagai tanda tempat ibadah muslim seperti yang terdapat pada puncak menara atau atap masjid. Sebagian lambang tersebut dilengkapi dengan simbol bintang segi lima.

C. Segi tiga
Bentuk segi tiga terdapat dalam ungkapan “bale nyungcung”dan Buana Nyuncung (tempat para dewa dan hyang dalam kosmologi masyarakat Kanekes). Bale Nyungcung adalah sebutan lain untuk tempat atau bangunan suci, yang dalam Islam adalah masjid. Kalimat ka bale nyungcung dalam percakapan sehari-hari maksudnya melangsungkan akad nikah, yang jaman dahulu umumnya dilakukan di masjid. Bale nyungcung menunjuk pada model atap masjid jaman dulu yang menggunakan ‘model gunungan’ atau ‘meru’ bertumpuk tiga dengan puncak berbentuk atap limas yang disusun dari empat bentuk segitiga. Bentuk yang juga dapat ditemui pada atap pura di Bali dan bangunan model tropis. Bentuk segitiga dalam posisi normal, salah satu ujungnya berada di bagian atas, menjadi bagian puncak sehingga memiliki arah orientasi yaitu ke atas (langit).
Mengacu pada alam, bentuk nyungcung adalah bentuk umum gunung. Gunung berperan penting dalam perjalanan sejarah Sunda khususnya karena berbagai situs megalitikum dan makam keramat umumnya terdapat di gunung (Wessing :2006). Wessing lebih jauh mengungkapkan penelitian Hidding (1933 dan 1935) bahwa pegunungan adalah perbatasan antara hunian manusia (settled area) dan wilayah asing tempat kehidupan manusia berakhir dan kehidupan lain mulai. Misalnya situs Gunung Padang di Cianjur dan Ciwidey, Astana Gede Kawali dan Arca Domas di gunung Kendeng desa Kanekes (Baduy).

Menurut Fadillah (2001) sejumlah keramat, terutama dalam bentuk makam, meskipun tidak berada di puncak gunung tetapi merupakan representasi gunung atau dibayangkan sebagai gunung. Fadillah menggunakan contoh makam Syarif Hidayatullah di sebuah bukit bernama Sembung di Cirebon,  masyarakat menyebutnya Sunan Gunung Jati. Menurut Claire Holt (1967:55) puncak puncak gunung di Indonesia dipercaya secara luas sebagai tempat tinggal para dewa dan roh-roh  leluhur. Juga gunung-gunung berapi dianggap memiliki kehidupan serta roh mereka sendiri, dipuja dan dihormati. Gunung dianggap sebagai jembatan dunia atas dan bawah, oleh karenanya tempat-tempat pemujaan didirikan di tempat yang tinggi atau dibuat meniru bentuk gunung (gunungan) seperti punden berundak dan candi serta piramid sebagai jembatan transendental antara dunia atas dan dunia bawah (Dharsono, 2007: 133). Dalam pandangan Hindu-Budha, gunung dianggap berperan dalam menstabilkan jagat raya (univers), menyangga langit dan bumi, menetralkan kekuatan jahat,  kekacauan, ketidakstabilan dan ketidakteraturan. Gunung adalah lambang kekuasaan tertinggi dan sebagai  pengikat jagat raya (Snodgrass, 1985:187).

Pengertian atau makna simbolik lainnya mengenai segitigadituturkan Ajip Rosidi[4], yaitu bahwa bentuk segitiga (dalam bahasa Sunda disebut jurutilu) juga dipakai sebagai simbol vagina atau yoni, tempat bagi kelahiran manusia.  Tampaknya simbol itu dalam bentuk segitiga terbalik atau salah satu sudut terletak di bawah. Dengan demikian segi tiga mengandung makna sebagai tempat suci bagi transformasi kehidupan. Segi tiga dengan satu sudut di atas melambangkan tempat suci bagi transformasi ke alam lain melalui kematian sedang segi tiga dengan satu sudut di bawah melambangkan tempat suci bagi transformasi dari alam rahim ke alam dunia melalui kelahiran.

Dari makna bentuk dasar dalam ungkapan dan peribahasa di atas tampak bahwa masing-masing bentuk dasar dalam khasanah estetika dalam budaya Sunda dipakai sebagai lambang yang memiliki makna yang sama yaitu kesempurnaan. Bentuk yang berbeda menunjuk pada wilayah kesempurnaan yang berbeda. Persegi menunjuk pada perilaku yang seimbang dalam berbagai sisi kehidupan sehingga menciptakan manusia yang sempurna, bulat/lingkaran sebagai simbol ideologis, melambangkan kesempurnaan keimanan atau keyakinan dan segitiga menunjuk pada tempat yang sempurna atau suci sebagai media transformasi kesempurnaan siklus hidup.

Yang menjadi pertanyaan dibenak saya adalah bentuk apa yang dominan di gunakan oleh manusia pada umumnya di jaman modern sekarang ini :
Kenapa ragam bentuk isi dalam Rumah didominasi oleh bentuk segi empat…?
Sehingga, karena bentuk rumah pada umumnya didominasi bidang segi empat maka segala bentuk property,  perabotan manufaktur rumah yang membutuhkan ruang pada umumnya menggunakan bentuk geometris segi empat.

Jawaban simple saja, memang karena perabotan rumah tersebut menyesuaikan dengan bentuk ruang dalam rumah sehingga diharapkan penempatannya menjadi efisien dan efektif. Tidak percaya silahkan data bentuk-bentuk property perabotan rumah anda…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda