Sabtu, 12 Maret 2016

Dasmo Sang Sastrawan Muda.


Jika mencintai seseorang, selayaknya cintailah secara pribadi seutuhnya dengan segala kekurangan dan kelebihan yang melekat erat di sosoknya. Yang serasa masih kurang coba diperbaiki dan kelebihannya didorong agar bersinar lagi. Menilai seseorang apalagi yang dicintai tentu saja boleh memakai standar yang sudah ada dan umum berlaku dimasyarakat dimana ia tinggal dan erat kaitannya dengan kebiasaan dan budaya setempat. Namun kerap juga tidak lepas dengan keinginan yang hendak ditanamkan terhadap yang dicintai dan jika tidak memperoleh ekspektasi yang diharapkan apalagi kejadiannya berulang biasanya akan timbul prasangka-prasangka aneh, maka sangat penting dialog yang jujur dari hati ke hati antara kedua belah pihak. Ujar Somad mengawali diskusi yang setelah dicermati secara fisik serta menilik ungkapan perasaan yang terlontar dari ujarannya lebih kepada hendak mencurahkan isi hati, melebur uneg-uneh yang mengganjal dalam hati. Saya malah lebih banyak diamnya sambil sesekali memberi sentilan, meyakinkan agar ia tidak perlu sungkan dan ewuh-pakewuh dijamin kerahasiaan keberadaannya tidak akan diumbar kemana-mana.

Somad yang biasa dipanggil Dasmo bisa di sebut sebagai sastrawan muda, walaupun umurnya sudah kelewat matang, ia masih belum saja mendapatkan idaman hatinya walapun menurut penuturannya sudah beberapa kali berpacaran dengan gadis incarannya namun selalu kandas di tengah jalan.
Itu lebih beruntung. Ujarku sambil meraih cangkir kopi dan menyeruput isinya pelan. Lho yang parah itu yang tidak yakin dengan segala yang ia punya, merasa kurang, minderwardeh kala mendekati cewek dan pikiran-pikiran negatif lainnya yang membelenggu. Kata orang, dengan percaya diri (karena yakin bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna) sambil mengatur strategi untuk mendapatkannya dalam artian positif tanpa embel-embel lainnya, maka setengah dari keberhasilan akan tercapai dan mudah-mudahan Tuhan juga meridhoi segala niat baik yang dicita-citakannya.


Ia mengambil napas panjang sambil sesekali menghisap rokok kreteknya dalam-dalam. Pada mulanya hubungan kami sih baik-baik saja Kang, normal seperti lazimnya orang pacaran namun lama kelamaan seiring waktu berlalu, ketika berdasarkan penilaiannya katanya saya sering ketauan berperilaku janggal, menurutnya saya tidak fokus dan kurang respek dengan apa yang dibicarakannya, maksudnya ia pernah menyampaikan isi hati bahwa saya sudah tidak perhatian lagi lah, punya cemceman lainya lah dan seabreg permasalahan tanpa dasar hanya melulu berdasarkan penilaian pribadi tanfa fakta yang jelas. Mana mungkin tokh aku begitu?


Cuman kadang-kadang memang tanpa disadari aku selalu tersenyum sendiri ketika ia mengutarakan kisah sedih ditinggal saudara yang hubunganya sangat erat denganya, memang pernah aku lakukan. Atau katanya aku pernah diam seribu bahasa tanpa ekspresi, sibuk dengan pikiranku sendiri ketika ia dengan leluasa menilai menggunakan perasaannya, bahwa ia sudah jauh-jauh datang menemuiku, menyempatkan waktu diantara kesibukan pekerjaannya di kantor, ia ingin ngobrol-ngobrol ngalor-ngidul denganku malah disambut dengan ekspresi muka flat sambil pikirannya entah nyantol kemana, jangan-jangan inget sama gadis bahenol lain. Suatu saat katanya aku ujug-ujug menyebut nama Amel, lain kali Sulis sering juga menyebut Nur saja. Ujarnya marah-marah sehingga tiba-tiba saja aku tersadar lalu menanyakan sebenarnya tadi kamu ngomong apa sih?


Lah coba pikir Kang... Aku kan dikejar “dead line” hehehe...Ujar Dasmo, kali ini ungkapanannya tanpa saya interupsi. Kewajiban penulisan esayku belum juga rampung padahal waktumya sudah mepet, sedang Boss perusahaan dimana aku nyambi taunya hanya tereak melulu. Ketika pikiranku melambung merambah kemana-mana hardikan kekasihku yang meminta perhatian selalu muncul tiba-tiba lalu menghamburkan mosaik bayanganku yang sudah tersusun rapi di benak, hancur begitu saja tanpa bekas lalu aku bisa menulis apa? Ia nggak mau tau apa itu “dead line”, mana mungkin ia mengerti tentang pekerjaan seorang sastrawan (sekali lagi ia tertawa kecil), apa itu nggak berabe kalau terus menerus diteror begitu. 


Yah itu mah penyelesaiannya seperti apa yang kamu sampaikan diawal tadi, Berdialog yang jujur saja dari hati kehati, mudah-mudahan kali ini bisa nyambung. hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda