Jumat, 09 Desember 2011

Penyembelihan sapi dengan di awali tindak Pemingsanan, Halal kah…?

Entri Baru

Beberapa bulan yang lalu ( awal Juni 2011) ekspor sapi dari Australia ke Indonesia dihentikan sementara ( berlaku 6 bulan ) akibat ditemukan adanya proses penyiksaan dengan kejam terhadap sapi yang berasal dari Australia sebelum dipotong di beberapa Rumah Potong Hewan ( RPH ) di Indonesia. Kejadian tersebut yang terekam dalam video kemudian tersebar melalui Youtube memancing reaksi protes dari LSM penyayang binatang di Australia. Perlakuan tersebut dianggap tidak sesuai dengan standard World Organisation for Animal Health (OIE), terutama masalah Animal wellfare ( kesejahteraan hewan). Penghentian sementara Export dari Australia tersebut tidak berlangsung lama karena dipandang merugikan kedua belah pihak.
Pencabutan larangan ekport sapi dari Autralia resmi ditetapkan oleh pemerintah Australia Kamis (7/7-2011) setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Australia Kevin Rudd ke Jakarta, Jum’at 98/7-2011 dan bertemu dengan beberapa pejabat yang berkepentingan dengan proses ekport import ternak.
Pasca dicabutnya larangan sementara eksport sapi asal Australia tersebut dipandang oleh berbagai pihak perlu diadakannya Audit Independent terhadap Rumah Potong Hewan (RPH) di Indonesia yang biasa melaksanakan pemotongan sapi asal Australia tersebut agar tidak ada lagi perlakuan penyiksaan sehingga bertentangan dengan kaidah kesejahteraan hewan sesuai standar OIE.
( http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2011/07/11/menyikapi-dicabutnya-larangan-eksport-sapi-dari-australia/ )

Pengertian kesejahteraan hewan yang termaktub diatas meliputi bebas dari rasa haus dan lapar, bebas dari ketidak nyamanan, bebas dari rasa sakit / kesakitan / penyakit, bebas mengekspresikan tingkah laku alaminya dan bebas dari rasa takut dan stress.

Komponen Pelaksanaan audit Rumah Pemotongan Hewan sejalan dengan standar prosedur kerja di RPH sesuai standar OIE, mulai dari:
1.Penerimaan dan penangannan sapi di RPH
2. Pemotongan Sapi
3. Kondisi dan perawatan fasilitas RPH

Berkenaan dengan standar prosedur kerja tersebut diatas, pihak Australia berkerja sama dengan importir, feed lot (perusahaan atau lembaga pengirim sapi hidup ke RPH) yang berkoordinasi dengan lembaga pemerintah Indonesia mulai dari pusat sampai ke daerah berupaya memberikan bantuan fisik terhadap beberapa RPH ditunjuk yang kondisinya tidak sesuai standard.

Perlu digaris bawahi dari ke tiga prosedur kerja tersebut yang erat kaitannya dengan permasalah penting dengan tidak mengesampingkan aspek lainnya tetapi semata memperhatikan prosedur yang dipandang erat kaitannya dengan kesejahteraan hewan dan Ke halal an adalah poin 2 yaitu Pemotongan sapi di RPH.
Prosedur pemotongan hewan sesuai standar dimulai sejak persiapan sapi yang akan dipotong, penggiringan sapi ke tempat pemotongan sampai proses pemotongan sapi.

Beberapa istilah penting berkenaan dengan proses pemotongan sapi sesuai strandar OIE diantaranya
1. Restraining box : Tempat khusus untuk pemotongan sapi
2. Cash magnum stunner : Alat berpeluru untuk memingsankan sapi
3. Micro chip : komponen yang ditanam dalam tubuh sapi biasanya disekitar telinga yang menyimpan identitas sapi
4. Scanner : Alat pembaca nomor identitas sapi / barcode 

Pemingsanan sebelum sapi dipotong dalam restraining box dilakukan dengan menggunakan Cash magnum stunner, bertujuan untuk memudahkan dalam proses pemotongan. Perlakuan pemingsanan tersebut dianggap lebih “berperikehewanan” sesuai kaidah kesejahteraan hewan dibanding pemotongan dalam keadaan sadar.

Pemotongan melalui proses dipingsankan
Setelah proses stunning (pemingsanan), sapi kemudian ambruk dan tidak bergerak lagi, dengan demikian proses pemotongan akan lebih mudah dilaksanakan karena kondisi sapi dalam keadaan tidak sadar, sehingga praktis tidak meronta dan tampaknya tidak merasakan sakit.
(http://duniasapi.com/id/pasca-produksi-potong/2337-metode-pemingsanan-pada-proses-penyembelihan-ternak-sapi.html)

Ada beberapa tanda ketika proses penyembelihan sapi dengan proses stunning (pemingsanan)
Tampak sapi tidak merasakan sakitnya proses penyembelihan, namun menurut penelitian dua akhli bidang peternakan dari Hannover University, Jerman. Prof Schultz dan Hazim membandingkan perlakuan pemotongan sapi antara metode pemingsanan dan dalam kondisi sadar. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemotongan dalam kondisi sadar, proses pengeluaran darah segera setelah proses pemotongan lebih cepat, lebih deras dan lebih lancar dibanding pemotongan dengan proses pemingsanan yang menunjukan gejala lebih lambat.

1. Ternyata dengan menggunakan metode pemingsanan yang terekam Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar dan Electro-Encephalograph (EEG) microchip di permukaan otak sapi untuk mencatat derajat rasa sakit ketika disembelih, ternyata lebih merasakan tekanan rasa sakit dibanding dengan pemotongan secara sadar
2. Dengan adanya proses pengeluaran darah yang tidak sempurna mengakibatkan darah yang masih tersisa dan tertinggal dalam pembuluh darah dan daging akan membeku sehingga menjadi media yang baik untuk tumbuh kembangnya bakteri pembusuk, sehingga daging yang dihasilkan menjadi tidak sehat (unhealthy meat) dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Hasil penelitian Prof Shultz dan Dr. Hazim membuktikan bahwa pisau tajam yang mengiris leher sapi ternyata tidaklah menyentuh saraf rasa sakit, oleh karenanya kedua peneliti tersebut menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan menegangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi keterkejutan otot dan saraf saja yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras. Menurut beliau, hal ini dapat dijelaskan dari paparan grafik EEG yang membuktikan tidak menunjukan adanya rasa sakit. (http://enggar-fst05.web.unair.ac.id/artikel_detail-34989.html)

Penyembelihan dengan cara Stunning (pemingsanan)
Seiring dengan perkembangan teknologi diiringi tuntutan kemudahan dan kampanye isu kesejahteraan hewan yang gencar dilakukan di Negara-negara barat menunjukan munculnya beragam metode pemotongan (penyembelihan) hewan secara modern, termasuk tata cara pemotongan (penyembelihan ) dengan metode Stunning (pemingsanan). Hal ini memancing perhatian khalayak terutama yang peduli dengan produk daging halal, diperlukan jawaban yang menetramkan batin umat islam ketika sering di pertanyakan oleh umat, halalkah daging sapi dari ternak yang di sembelih melalui proses pemingsanan terlebih dahulu tersebut…?
Terdapat beberapa titik kritis jika menyimak tata cara pemotongan hewan dengan terlebih dahulu dilakukan proses pemingsanan, timbul keraguan, apakah dengan metode pemingsanan tersebut hewan yang akan dipotong memang dalam kondisi pingsan atau malah mati akibat tekanan dahsyat setelah ditembak dengan Cash magnum stunner dikepala. Sebab beberapa kemungkinan seperti ketidak sesuaian jenis peluru yang terlalu besar dibandingkan dengan keadaan hewan (besar dan umur sapi ) berpeluang untuk terjadinya kematian sebelum dipotong menjadi lebih besar.

Berdasarkan beberapa pendapat ulama dan menurut MUI, bahwa ternak yang dipotong segera setelah proses pemingsanan dinyatakan dibolehkan sepanjang ada jaminan bahwa hewan yang mengalami pemingsanan tersebut tidak mati sebelum disembelih, dalam artian sapi yang tersebut mati setelah proses pemotongan (penyembelihan) bukan disebabkan karena tekanan akibat penembakan di sekitar kepala ketika proses pemingsanan berlangsung. Jaminan ini yang harus diperhatikan dan menjadi tanggung jawab dari pengelola Rumah Potong Hewan, eksekutor pemingsanan dan pemilik ternak untuk tujuan menghasilkan daging sapi yang halal.
Selanjutnya para Ulama menyatakan bahwa penyembelihan hewan yang akan dikonsumsi, terlebih jika pemotongan tersebut ditujukan untuk ber kurban sebaiknya menghindari hal-hal yang meragukan dengan demikian harus benar-benar sesuai dengan syariat, jangan sampai niat berkurban menjadi haram karena proses penyembelihan yang tidak tepat.

Kesimpulan :
1. Bahwa pemotongan hewan besar khususnya untuk ternak sapi eks Australia yang dipotong dengan menggunakan metode pemingsanan perlu dicermati dan diantisifasi ketika kemungkinan terjadi kesalahan fatal yang mengakibatkan sapi tersebut mati sebelum dipotong, kemudian dinyatakan tidak halal dan di haruskan untuk dimusnahkan, siapa yang akan menanggung kerugian seharga sapi tersebut, jangan sampai kejadian tersebut mebuat celah tindak pelanggaran pemotongan dan penjualan daging sapi tidak sesuai syar’i.

2. Proses pemotongan yang yang terlebih dahulu dilakukan pemingsanan berdasarkan penelitian tersebut di atas tidak menjamin menghasilkan kualitas daging sapi yang Halal, Aman, Sehat dan Utuh (HAUS).

3. Sebaiknya digunakan alternative pemotongan lain yang tidak melakukan terlebih dahulu pemingsanan dan lebih mensejahterakan hewan disamping tetap memperhatikan status halal, seperti modifikasi Restraining box menggunakan hidrolik yang berpungsi memutar tubuh sapi yang tidak berdaya sehingga rebah untuk kemudian dapat dilakukan pemotongan biasa (tanpa pemingsanan) secara aman.

4. Jika tetap menggunakan proses pemingsanan maka operator eksekutor pemingsanan harus benar-benar terlatih dan dijamin tidak adanya kesalahan sampai sapi tersebut benar-benar pingsan untuk selanjutnya dilakukan proses penyembelihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda