Rabu, 03 Desember 2014

Jendela Kehidupan




Hwuiiih...Pagi-pagi disuguhi berita mengenaskan dari sebuah stasiun TV, berita yang menyentak, pemirsa, padahal kasus seperti yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak tirinya kadung sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, banyak diberitakan dan disaksikan diseputaran kita, kronologisnya malah masih di sekitar yang itu-itu saja. Seorang Ayah beserta anak kandungnya yang karena sesuatu hal lebih memilih hidup bersama dalam satu rumah bersama isteri barunya. 
Seahari-hari anaknya hidup bersama dalam satu rumah bersama ibu tirinya sementara ayah kandung dari anak tersebut atau suami dari ibu tiri anak tersebut sibuk bekerja meninggalkannya, ia tidak hanya berangkat pagi lalu pulang petang, tetapi kerap ditemui seorang ayah yang menitipkan anak kepada ibu tirinya sampai berhari-hari untuk mencari nafkah. Dan ternyata bukan hanya mitos belaka bahwa ibu tiri kerap menganiaya anak tirinya, tetapi pagi ini saya menyaksikan berita dari sebuah stasiun TV, seorang ibu tiri menganiyaya anak tirinya sampai meninggal dunia di sebuah daerah di Jawa tengah karena suaminya beberapa hari belum pulang.
Seolah menjadi suatu pembenaran sehingga menjadi kejadian yang wajar adanya bahwa pelampiasan kekesalan seorang ibu tiri selalu ditimpakan kepada anak tirinya, kekerasan fisik dan psikis secara berulang-ulang dalam waktu lama yang menimpa seorang anak tentu akan mengakibatkan gangguan kejiwaan bagi anak tersebut di kemudian hari, hal ini biasanya tidak pernah di cermati oleh berbagai pihak khusus bagi seorang ayah yang sering meninggalkan anak kandungnya, lebih mempercayakan kepada ibu tiri dan ketika anak tsb justru meninggal, maka lepaslah segala duka dan nestapa untuk keluar dari siksaan demi siksaan selanjutnya.  Ibu tiri tersebut tak ayal lagi ditangkap aparat hukum dan digiring ke jeruji besi dengan dakwaan pembunuhan dengan ancaman kurungan lebih dari 15 tahun penjara, sementara ayah kandungnya biasanya akan meratapi kepergian anak yang di cintainya, tetangga-tetangganya dengan roman kesedihan yang mendalam berkumpul di seputaran rumahnya, mengantarkan jenazah ke peristirahatannnya yang terakhir atau sekedar turut berbela sungkawa dan melaksanakan sebuah kewajiban mengurus jenazah. 
Lalu berakhirlah sudah fragmen kehidupan tersebut berlangsung untuk kemudian kejadian ini akan terjadi lagi secara berulang-ulang di suatu tempat, suatu waktu dalam panggung kehidupan yang berikutnya.
Aakh... Sepertinya ada yang salah dari kasus tersebut diatas tetapi di bagian mana yaa..penerapan hukum khususnya untuk kasus yang serupa demikian sepertinya terlihat agak janggal... tetapi yang telah berbuat kejahatan memang harus menerima konsekwensinya yang setimpal. Entahlah saat ini sepertinya nilai-nilai bermasyarakat yang bermartabat sedang melorot terutama di daerah perkotaan yang terkenal lebih kejam dari ibu tiri. 

Lalu bagaimana mengejawantahkan fungsi ketua RT atau RW.
Membina rumahtangga yang beres, benar dan berdaulat itu bukan perkara yang gampang, perlu perjuangan yang sungguh-sungguh agar bahtera dapat berjalan sesuai dengan yang di harapkan. Untuk menggali ladang amal yang lebih luas lagi tidak melulu hanya berkutat di diri sendiri dan rumah tangga, lingkungan sekitar atau bisa saja yang lebih luas lagi sekelas wilayah atau daerah menjadi sarana yang menghampar luas untuk digali dan dikumpulkan sebagai ladang amal sesuai dengan kemampuannya.
Tidak usah yang muluk-muluk  menjadi ketua RT atau lebih luas lagi ketua RW, adalah merupakan sarana mendulang ladang amal yang tidak berkesudahan selama menjababatnya. Ketua RT atau RW adalah ujung tombak dalam pembenahan di lingkungan sekitar setelah pemerintahan yang terendah sekelas Desa atau Kelurahan. Bahwa disana, permasalahan rumah tangga yang beraneka ragam selalu muncul ke permukaan menuntut bantuan dan bimbingan dari mereka yang ingin berbuat kebaikan secara tulus dan ikhlas terhadap warga yang memerlukan pertolongan dan bimbingan. 
Bagaimanapun bagus dan canggihnya  kebijakan dan program dari pemerintah pusat dan Daerah dalam hal pemberdayaan masyarakat hampir tidak ada gunanya,  apabila ketua RT dan RW nya tidak peduli terhadap warganya.
Lingkungan RT dan RW adalah basis terkecil tempatnya permasalahan yang menyangkut ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, budaya , keamanan serta kenyamanan setiap warga:
1. Sebagai tempatnya kasus perselisihan dalam umah tangga dan antar pengghuni rumah tangga, sampai ke yang lebih ekstrim lagi yaitu terjadinya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan suami terhadap isterinya atau sebaliknya dan kekerasan orang tua terhadap anaknya.
2. Sebagai gudangnya permasalahan ketidak mampuan finansial sampai kedalam kondisi rumah warga yang tidak layak huni bahkan hampir roboh yang justru sangat membahayakan penghuni di dalamnya.
3. Tempatnya setiap warga untuk mendapatkan pendidikan, baik untuk orang tua terlebih lagi bagi anak-anaknya yang masih dalam usia sekolah.
4. Tempatnya permasalahan keamananan, ketertiban dan kenyamanan lingkungan.
5. Tempat paling dasar untuk menanggulangi permasalahan kesehatan masyarakat termasuk kesehatan Ibu dan anak yang kurang beruntung dalam  kegiatan Posyandu.
6. Tempat paling dasar yang menyangkut pendataan warga yang sangat berguna untuk kebijakan Pemerintah Daerah diatasnya bahkan sampai ke Pusat.
7. Dan seabreg permaslahan real yang benar-benar terjadi dilingkungan sekitarnya.
Jadi jika tidak menjadi pejabat tinggi apapapun sekelas Presiden, Gubernur, Bupati , Kepala Desa , anggota DPRD atau menjadi Tokoh masyarakat sekalipun. sempatkanlah menjadi ketua RT atau RW atau paling tidak sebagai tempat memberikan solusi dan pencerahan bagi lingkungan terkecil, mereka membutuhkan uluran tangan-tangan terampil yang tulus dan ikhlas.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda