Sabtu, 12 Maret 2016

Secangkir Kopi dan Kenangannya yang Tertinggal

Secangkir kopi yang masih mengepulkan uapnya menguarkan aroma pekat khas kopi kesukaan, kopi yang tergeletak di atas meja itu dibiarkannya sebentar. Seperti biasanya setiap Sam duduk di kursinya dipagi hari sebelum berangkat bekerja dan setelah sarapan adalah sebuah rutinitas yang biasa ia nikmati. Sedari remaja pada saat Sam mulai merasakan nikmatnya menyeruput kopi hangat, biasanya Ia meracik sendiri ukuran pasnya komposisi campuran antara kopi dan gula terkadang dibubuhkan susu kalau kebetulan pas sedang ada untuk ditempatkan dalam cangkir yang bisa dihitung jumlahnya, menjarang air pada panci kecil diatas kompor kemudian ketika mulai mendidih dituangkan kedalam wadah yang sudah disiapkan tersebut, mengaduk pelan sambil membiarkan aromanya tercium menyegarkan, didiamkan sebentar agar sedikit lebih hangat untuk kemudian diseruput pelan. Kegiatan tersebut baik di pagi, siang bahkan malam hari sudah melekat erat dalam tindakan Sam sehari-hari layaknya kebutuhan makan sehari tiga kali, semacam kebutuhan yang alurnya selalu paralel seiring sejalan, makan, ngopi kemudian disambung udud mengepulkan asap, wah nikmat sekali rasanya pikir Sam muda yang sudah mulai medapatkan penghasilannya sendiri.   

Kebiasaan selagi Sam muda tersebut sampai terbawa ketika sudah berumah tangga, mempunyai seorang isteri yang luarbiasa baiknya dan seorang anak perempuan mungil yang cantik seperti ibunya. Tanpa mengandalkan isteri yang sudah sarat dengan pekerjaan sehari-hari termasuk mengemong dan merawat anaknya yang masih kecil. Kebiasaan Sam, makan, ngopi dan ngudud yang tidak selalu terpaku pada waktu hanya pada saat sedang lapar atau ingin saja Ia lakukan sendiri, kecuali hanya dipagi hari saja barangkali. Hal tersebut yaitu kebiasaan rutin untuk melayani diri sendiri tentu ada sebabnya disamping memang merasa tidak nyaman saja ketika hanya sekedar ingin minum kopi hangat, Sam harus menunggu sekian lama selagi isterinya meracik dan menyajikannya dalam secangkir yang sangat nikmat untuk diseruput sedang ia sendiri tidak melakukan kegiatan apapun. Ketika tidak ada yang harus dikerjakan maka ngopi, makan dan ngudud, sering ia melakukannya sendiri sepanjang tempat bahan dan letak makanan tidak berubah tempat maka kondisi tersebut tentunya berada dalam keadaan baik-baik sajalah kecuali ketika sedang soan ke rumah mertua, tau sendiri kan alasannya. Dan jangan tanyakan kepada Sam ketika pas sedang bokek, hujan dan kondisi rumahnya yang kebetulan sedang bocor menggenang di sebagian ruangan rumahnya maka Sam beserta Isterinya hanya tampak sedang berdiam diri saja saling menjaga perasaan masing-masing sambil menunggu keadaan yang lebih baik, hal tersebut merupakan tindakan yang tepat menurutnya daripada murukusunu (uring- uringan) nggak puguh juntrungannya tanpa memberikan solusi perbaikan. Namun ternyata pada suatu waktu, mendadak saja Sam mengambil keputusan untuk resign dari kebiasaan tersebut. Masalahnya mungkin sangat sederhana bagi orang lain tetapi sangat berkesan mendalam bagi dirinya. Kejadiannya, selepas Ibunya Sam mulai sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit sampai beliau tidak dapat berbuat apapun selain berbaring di tempat tidur Rumah Sakit, Ibunya Sam mulai mengabsen semua anak-anaknya bahkan keluarga besar serta sahabat-sahabatnya dan berusaha menanyakan keberadaannya ketika salah seorang dari mereka kebetulan tidak sempat hadir. Sam yang kebetulan dapat mengambil cuti panjang ketika merasa dan mengingat selama ini Ia bekerja haknya tidak pernah diambil walaupun hanya sekedar untuk urusan keluarga, kebetulan saja ketika Ibunya sakit Ia dapat mengambil hak istimewa tersebut dan dengan leluasa untuk beberapa hari ia bisa menggungu Ibunya begantian dengan adik-adiknya. 

Berhari-hari selama menunggu, Sam dapat memperhatikan dengan seksama kebiasaan Ibunya ketika sakitnya semakin parah dan tidak dapat melakukan apapun selain berbaring di tempat tidur. Ia akan mengabulkan setiap keingginan Ibunya yang terkadang tidak mampu mengingat akan sekelilingnya, dengan trengginas Sam akan segera beranjak ketika Ibunya meminta sesuatu bahkan sekedar ingin ke toilet, mendudukan di toilet dan menyemprotkan air untuk membilas. Dalam menjelang akhir khayatnya, Sam berkesempatan untuk memberikan jalan bagi ibunya dengan membisikan kalimat pengakuan akan keberadaan Allah SWT dan Nabi Muhamad SAW untuk yang terakhir menjelang ajal terenggut dari jasad, Dua kalimat shahadat yang dibisikan di telinga Ibunya berhasil di ucap-ulang, Sam tidak merasa heran karena Ia sering menyaksikan sendiri kebiasaan Ibunya berdzikir dan beristigfar yang selalu dilakukannya selepas sholat. Kening dari wajah yang tersenyum dan terbiasa memelihara dan membimbingnya dengan kasih sayang itu terasa dingin ketika dicium Sam untuk yang terakhir kalinya, sekujur tubuhnya kaku di balut kain kapan, setelah dimandikan kemudian disholatkan di mesjid terdekat, Ia di kebumikan di tempat peristirahatannya yang terakhir, Ia telah kembali kepangkuan Illahi. 

Beberapa hari setelah semuanya hening, dimalam sepi kembali Sam mulai mengingat kebiasaan ibunya ketika Ia sedang sakit, terkadang ia mengabsen anak dan cucunya menanyakan keberadaanya apabila salah seorang kebetulan tidak hadir di Rumah-Sakit itu. Hal tersebut dilakukan Ibunya Sam tentunya bukan untuk membagikan harta warisan yang berlimpah, karena memang Ia sudah tidak mempunyai apa-apa lagi, Rumah dan tanahnya sudah habis terjual demi untuk pendidikan anak-anaknya sampai dua orang dari anaknya termasuk Sam selesai meraih sarjana. Setelah semua anak-anaknya sudah bekerja baik yang perempuan apalagi lelaki, sejak semuanya sudah mandiri dan berkeluarga, dengan leluasa ibunya Sam mulai fokus untuk beribadah dan beramal sholeh dengan selalu mengunjungi majelis dzikir khusus ibu-ibu dengan mengandalkan uang pensiunan dari Almarhum Ayahnya Sam yang sudah terlebih dahulu meninggalkannya. Sam kembali berpikir apa gerangan maksud dan tujuan Ibunya dalam kesempatan tertentu, dalam kondisi sakitnya yang semakin parah itu Ia selalu mengabsen anak-anaknya padahal selalu saja ada salah seorang anak dan saudara yang menunggu sepanjang waktu secara bergiliran, bisa saja kangen atau terlalu sepi jika hanya salahsatu atau dua orang saja yang menunggu, tetapi dalam keheningan malam Sam mulai terbuka pikirannya dan mulai memahami akan maksud dan tujuan yang paling hakiki akan maksud Ibunya tersebut saat menjelang akhir khayatnya. Ia telah menyediakan keleluasaan akan waktunya yang sangat terbatas kepada keluarga, saudara serta teman-temanya untuk saling meminta maaf melebur segala dosa serta khilap yang pernah dilakukan dan khusus bagi anak-anaknya ia telah memberikan ruang dan waktu secara terbuka seluas-luasnya dengan ikhlas untuk sekedar memberi kesempatan terakhir agar seluruh anak-anaknya dapat meraih puncak amal selagi Ia masih hidup, mereguk berkah dan do’a-do’anya. Sam kemudian tersungkur dimalam sepi, air matanya tak kuasa membasahi sajadah. Doa untukNya mulai dirapalkan, bermunajat kepada Pemilik kehidupan dan Pemelihara Alam beserta isinya semoga menempatkan Ibu beserta Bapaknya di tempat yang paling baik disisiNya. 


Selepas itu semua, setelah suasana berkabung itu berlalu, Sam mulai untuk resign dari kebiasaannya melayani diri sendiri walau sekedar untuk menyeduh secangkir kopi sekalipun, ia tidak lagi berpikir dan melakukan tindakan egois dengan tidak memberi kesempatan kepada keluarganya untuk sekedar mendulang amal semampu yang dapat Ia kerjakan apalagi saat ini, saat anak-anaknya sudah besar, sudah dapat melakukan segala keperluanya sendiri.


Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/adiabebah/secangkir-kopi-dan-kenangan-yang-tertinggal_56cc60d62b7a614a133a28d6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda