Minggu, 03 April 2011

Pernahkah suatu malam sebelum kantuk menjelang menemukan diri dalam keadaan duduk kemudian pikiran melayang tak tentu arah, tidak ada seorangpun dan bunyi apapun mengganggu, bagaimana rasanya ? stresskah, sepi, hening atau bahkan ketakutan. Malam ini ketika aku sendirian hanya ditemani secangkir kopi dan seperangkat computer, sunyi pikiranku melayang mengingat sesuatu yang telah lepas dalam memoryku dan kini aku menyusun kembali keping demi keping mengingat-ingat seolah rasanya baru kemaren terjadi.
Rumah semakin sepi hanya tertinggal suara denting…tik…tik..tik…suara berasal dari jam dinding dirumahku yang sedari tadi seperti melototin melulu …kalau dia hidup barangkali sedang mentertawakan dengan penuh suka cita melihat tingkah polahku atau bahkan merasa pilu megap-megap prihatin karena terlihat seperti sedang stress berat ….…koo ..ini orang sedari tadi hanya duduk diam ..celingak-celinguk gelisah … terkadang mengerutkan dahinya dalam-dalam seperti merenung entah memikirkan apa…
Aku  sedang memanfaatkan waktu luang ketika kantuk belum membelai alam sadarku, lelap yang membawa ke situasi yang jelas secara langsung tidak bisa mengamati keberadaan yang terdapat didalam ruangan kamarku, karena istirahat total dari organ-organ tubuh beserta seluruh indera yang melekat disana telah terambil alih oleh lelap, sebagaimana lelap menjadi suatu moment yang dibutuhkan dalam hidup dan berkehidupan ini.
Kumanfaatkan saja sisa waktu luangku sebelum mata mulai berkejab-kejap kemudian terpejam dan tubuh ini sudah lemas tidak mampu lagi menahan dan memposisikan agar kepala tetap bisa berada tegak lurus diatas tubuh saat duduk dikursiku.
Pikiranku melayang kesana-kemari, kemasa lampau, Sehingga dengan tiba-tiba saja tanpa basa-basi teringatlah akan kisah temanku dulu ketika masih sekolah di sekolah lanjutan pertama….yak aku ingat namanya Raul, dia selalu nomor satu dikelasku terutama dibidang mata pelajaran matematika.
Matematika..ha..ha…mata pelajaran yang paling aku takutkan bukan saja karena gurunya yang tanpa senyum seolah robot waktu itu, tetapi karena pelajaran tersebut memang memusingkanku, bagaimana tidak : kali, bagi tambah kurang sesekali akar tidak ketinggalan kuadrat…diotak atik bersama angka-angka njelimet…boro-boro dapat menebak jawabannya, kotretan atau kopean aku pun malah bersih dari noda sedikitpun, kadang-kadang isinya sih ada, tetapi hanya corat-coret berbentuk gambar yang kalau di lihat dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya kok hamper mirip dengan wajah sang guru ya…( hadoooh… maaf bapak-bapak dan ibu-ibu guru matematika ini hanya tulisan duduls belaka, jangan sampai diambil hati)
Pikiranku mulai melayang seketika itu, Raul yang hidupnya serius kadang-kadang sih suka bercanda juga bersama anggota anggota keluarga lainnya terutama dengan adik-adiknya.
Maksud saya bukan hanya hidup akrab antara anak-anak dan orang tuanya saja, beberapa orang memang sering muncul dan pergi dirumah itu, rumah pemberian pemerintah yang dapat digunakan seumur hidup oleh keluarga Raul. Sebuah rumah yang cukup besar untuk ukuran keluarga kecil karena ternyata oleh ayahnya diperluas bangunannya disertai penambahan-penambahan ruangan tertentu seperti kamar–kamar tidur, ruang makan dan ruang keluarga. Secara umum sih itu selayaknya memang menyalahi hukum matematika apalagi hukum ekonomi…orang rumah milik pemerintah kok dibangun…? ngabisin duit saja…tokh pada akhirnya akan diambil alih oleh pemerintah kembali… ahhhh… menurutku itu ide dudulls….ddduduls banget.
Tetapi memang tidak ada yang dapat menilai harga kenyamanan, buktinya banyak orang-orang berduit pas-pasan, pas untuk beli apa saja maksudku…eh dia pilih beli kendaraan mewah terbaru yang harganya mendekati satu milyard rupiah..lhoo kenapa nggak beli tanah saja…ato beli dollars, poundsterling, ato beli emas batangan…atao beli sebongkah berlian…kek..yang dapat dijual kembali dengan sedikit pengurangan nilai harga jual kembali, padahal biasanya harganya semakin lama malah semakin meningkat. Sebuah mobil yang nyaman sekalipun jikalau sudah lama dipakai malah semakin menurun harganya dibanding kalo beli mobil baru, apalagi mobil tersebut sudah lama dipakai terus rusak… terus tabrakan lagi, whoalaaah… tentunya nilai harganya kudu meluncur jatuh bebas seperti air terjun.
Yak… kenapa dikhususkan untuk membangun rumah itu, belakangan aku mulai mengerti karena keluarga tersebut secara umum memang sering sekali didatengin tamu anggota keluarga dari pihak ibunya Raul atau dari pihak bapaknya. Sering sekali terlihat tamu yang datang mampir menginap sampai beberapa hari kemudian pergi setelah maksud tujuannnya terlaksana.
Demikianlah rumah Raul, besar dan nyaman untuk ukuran sebuah rumah didalam komplek jika dibandingkan dengan rumah-rumah tetangganya, rumah yang cukup besar untuk menampung beberapa orang tetapi bukan itu maksudnya, rumah dengan konsep bangunannya yang terdiri dari beberapa ruang adalah untuk menampung keluasan hati orang tuanya Raul agar dapat menampung orang-orang terdekatnya dengan hati yang tulus, baik untuk tamu yang hanya sekedar bersilaturakhmi sekilas saja untuk kemudian pergi akan tetapi juga untuk orang-orang terdekat yang secara khusus memang membutuhkan tempat untuk tinggal dan berteduh selama beberapa hari sampai beberapa bulan bahkan tahun.
Tantenya dari pihak ayahnya Raul contohnya yang ditinggal pergi oleh suaminya karena telah mendahuluinya dipanggil ke alam baka, bahkan anaknya juga sempat terlihat beberapa bulan terakhir tinggal dirumah itu dimulai semenjak rumah tersebut belum dibangun.
Tantenya waktu itu sampai beberapa tahun tinggal dirumah Raul sebelum akhirnya pergi kerumah keluarga lain karena merasa risih setelah Kakaknya yaitu ayahnya Raul sendiri telah meninggal dunia untuk selamanya.
Menurut Raul sih… sempat ditahan-tahan agar mengurungkan niatnya untuk meninggalkan rumah tersebut atau setidak-tidaknya memikirkan kembali dalam-dalam bahwa dirinya beserta anggota keluarga lain pemilik rumah tersebut menghawatirkannya, akan sangat merasa kehilangan setelah beberapa tahun tinggal bersama hanya karena gara-gara ayahnya wafat ternyata beliau memutuskan untuk pergi. Tapi hal itupun sia-sia, tantenya telah bertekad meninggalkannya….
Kalau diingat-ingat memang Ayahnya Raul jarang memperlihatkan giginya, jangan dikira giginya ompong atau kuning bahkan kotor hitam-hitam. Saya pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri karena secara tanpa disengaja ketika setelah beliau menguap lebar-lebar, kemudian tiba-tiba saja dia memperlihatkan barisan giginya yang bersih menghadap kepadaku, kaget sih karena tertangkap basah sedang memperhatikan beliau dengan pengamatan yang mendalam tiba-tiba saja beliau menampakan wajah menghadap kepadaku dengan membuka bibirnya keatas dan kebawah memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Aku buru-buru buang muka ….
secara lazim dikatakan sebagai orang tua yang jarang sekali tersenyum sembarangan apalagi tertawa terbahak-bahak, memang tampak sinis, tapi koo beliau terlihat adem dalam format raut mukanya yang biasa-biasa saja tanpa dibuat-buat. Ayahnya memang seorang militer yang kukuh dan disiplin selama pengabdiannya karena tuntutan dari profesinya barangkali.
Dia cenderung seperlunya tetapi pribadinya tulus sekali, tanpa ada sedikitpun pikiran-pikiran yang mengarah ke perasaan negative terhadap orang lain, acuh tak acuh tetapi pada dasarnya memang hatinya sangat perhatian, namun memang rasa simpatinya jarang sekali diperlihatkan secara vulgar. Walaupun terkadang bisa saja beliau marah dan memanggil anak-anaknya dengan kata-kata tegas atau pernah beberapa waktu ketika Raul masih duduk di sekolah Dasar apalagi ketika duduk disemester pertama sekolah lanjutan pertama, beliau dengan teratur setiap habis sholat maghrib memanggilnya, terutama Raul sebagai seorang anak laki-laki yang paling besar dirumah itu, dalam rangka membahas mata pelajaran sekolah, khususnya selalu meminta tolong untuk dikeluarkan buku matematika yang beberapa waktu yang lalu pak guru disekolah meminta muridnya untuk membeli buku yang sudah disediakan disekolahnya, dan mulailah pelajaran privat matematika diselenggarakan, hamper setiap malam selepas sholat maghrib berlalu, Raul selalu ditemani ayahnya di meja makan bukan sedang makan melulu tetapi sedang membahas pelajaran matematika yang membuat dirinya terlihat agak linglung.
tetapi kenapa matematika, kenapa tidak bahasa Indonesia atau ilmu pengetahuan alam misalnya, kenapa matematika, yak.. aku sendiri terkadang merasa heran dan males untuk membahasnya, barangkali yang ada dipikir bapaknya, pelajaran matematika mempunyai kesan tersendiri secara pribadi atau memang karena matematika merupakan salah satu bagian dari ilmu murni yang banyak sekali gunanya…ahhh entahlah… sampai beliau wafat pun, Raul tetap enggan untuk menanyakannya..yak…. kenapa matematika ya…
Pernah suatu waktu, ketika kami kebetulan mampir kerumahnya, perasaan sih… hamper tiap malam sehabis sholat maghrib aku tidak bisa mengajaknya bermain apalagi berantem dengannya, dia harus sudah segera duduk dimeja makan dengan buku matematika terbuka diatasnya. Aku pernah mencoba menemaninya karena dia dan ayahnya tidak merasa keberatan.
Ayahnya terlihat mengamati buku matematika tersebut, sebentar kemudian menerangkan secara ringkas dan jelas beberapa teory dan contoh soal sesuai yang terdapat dalam buku tersebut…dan ketika dirasakan cukup dimengerti oleh Raul  maka dengan serta merta beliau akan memberikan tugas menyelesaikan dan tugas menjawab soal-soal yang bertaburan banyak dibuku tersebut….mabok ..dah….,
Satu hal lagi yang unik dari gaya mengajar bapaknya Raul yang tidak ada duanya didunia barangkali, beliau selalu memberikan privat pelajaran matematika gratis tidak melulu dimulai dari halaman pertama saja sesuai dengan urutan halaman buku, tetapi malah dimulai dari halaman terakhir menuju ke halaman pertama…hi..hi..hi..binun tujuh keliling, dan aku malah melongo…kasian deh kamu Raul.
Model mengajar seperti begitu meniru konsep belajar apaan sih…cara mengajar demikian sebenarnya masih misteri sampai saat inipun. Ketika Raul sudah mandiri dan bekerja, suatu waktu aku pernah bertemu Raul dikantornya yang megah lagi sejuk, sempat ditanyakan pendapatnya, dia malah tersipu-sipu, kemudian tersenyum manis… misteri tersebut belum terkuak apalagi maksudnya, barangkali Ayahnya penganut philosopi bahwa “mulai lah dulu dengan yang susah-susah tokh ketika ketemu yang mudah halaaagh cingcay lah mudah sekali diselesaikan itu”…ujarnya.
Bayangkan saja…soal-soal tersebut masih saja aku dan Raul pelototin tanpa dapat jalan keluarnya sekalipun, sesekali memang aku coba membuat coretan-coretan angka-angka dikertas kopean maksudnya ngotret atau ngkope, akhirnya memang tidak jauh-jauh amat, Aku hanya tercenung ketika jawabannya sungguh amat susah dan jika sudah waktunya habis kira-kira satu jam dari pertama beliau mulai mengajar sampai jam menunjukan denting pas waktunya selesai, aku malah belum dapat menjawab satu soal pun, lama-lama pusing tujuh keliling.….yak..ketika ayahnya Raul sedang beranjak kedapur untuk mengambil minuman, sedang aku dan Raul berkutat dengan soal–soal susah apalagi jawabannya…..buru-buru aku kabuuuur, pikirku itu lebih nyaman dibanding duduk dimeja panas bagai pesakitan hee-eemh ,
Menurut Raul sih, setelah waktu yang telah ditentukan tersebut berakhir, beliau akan memeriksa hasil pekerjaan anaknya, mengamati jawaban, yang salah harus diselesaikan kembali sampai betul semua…jika mandek maka pelajaran tambahan akan dimulai lagi sampai tuntas. Soal-soal tersebut harus dapat diselesaikan dengan predikat benar semua….dan jika masih ada yang salah apalagi sampai membantahnya karena perasaan ngantuk sudah mulai menyerang, sebenarnya menurut Raul bukan kantuk sih, tetapi karena acara dilayar TVRI waktu itu sedang menayangkan film seri kegemarannya dan Raul tidak mau acara tersebut terlewatkan….Nyatanya Bapaknya akan ngamuk-ngamuk.
Perlu diketahui ya soudara-soudara bahwa Bapaknya Raul hanya memberikan les privat kepada anak laki-laki sulungnya hanya pada tahun-tahun pelajaran yang kritis saja, yaitu kelas 6 Sekolah dasar, kelas satu SMP, kelas tiga SMP dan kelas satu SMA itupun hanya sampai membahas soal-soal dibuku yang dibeli disekolah tersebut, jika sudah tuntas semuanya paling sekitar satu bulanan dari 6 bulan (satu semester) pelajaran tersebut digeluti, selebihnya seingat saya tidak terlalu disiplin-disiplin amat kalau tidak boleh dibilang bebas.
Hari ini, hari ketika aku dan Raul sudah dewasa apalagi ketika menghadapi beberapa pekerjaan dikantorku aku terkadang merenung sendiri….itulah yang aku namakan bentuk perhatian yang tidak tampak dilihat, tidak luwes, tidak bermanja-manja tetapi amat berguna bagi diri Raul dan berkesan bagi saya pribadi terutama sebagai bekal dalam menghadapi pelajaran-pelajaran lain dikemudian hari (matematika kayaknya dipakai disetiap disiplin ilmu)…
Masa-masa tersebut diatas adalah masa-masa yang menurut penilaian ayahnya Raul sebagai masa kritis dari siklus perkembangan anak yang harus diluruskan sampai anak tersebut sudah mampu mengontrol dirinya sendiri sebagai orang dewasa…lhoo.….itu menurut pendapatku ya… berdasarkan pengalaman kontak fisik dan pikir dengan Raul beserta ayahnya, beliau tidak memperlihatkan rasa sayangnya secara terang-terangan apalagi berlebihan kepada anak-anaknya, tanpa penjelasan yang njelimet akan maksud dan tujuannya …Nak harus begini …harus begitu… tetapi menerapkannya secara langsung dengan prakteknya….Buktinya Raul mampu menerangkan dipapan tulis sekolah ketika Guru pelajaran mathematika membahas soal-soal pelajaran tersebut dan Raul hamper tidak pernah mendapat nilai kurang dari angka delapan pada waktu itu, seringnya sih Angka sepurna, betul semua.
Setelah Raul Kelas dua SMA dst… Ayahnya didak secara langsung membimbingnya untuk menyelesaikan permasalahan pelajaran khususnya matematika dirumahnya, kecuali kalau ditanyakan, mungkin pelajaran matematikanya semakin susah sehingga lupa lagi membahas dan menjawab soal-soalnya.
Saat ini ketika aku teringat temanku, Raul dimanakah engkau sekarang berada…?
Kabarnya kau sudah menjadi pejabat di negeri yang entah dimana ? satu kata saja yang ingin ku ucapkan malam ini, “Selamat Malam Raul”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda