Minggu, 05 Oktober 2014

Puisi Saja

Lembaran Acak 

Kepada hurup yang tersangkut dalam ingatan
kertas putih bersih diletakan dirapi-rapi
memungut kembali lembaran kehidupan
merambat sekencang cahaya mentari
suatu saat terjerembab di kamar sempitku yang kusam
tiba-tiba berada di teras rumahmu yang temaram
dengan bulan separuh bergantung diatasnya
separuh lagi riang tertinggal dalam debaran.
Dulu dan kini hanya sekelabatan bayangan acak


 --==o0o==-- 


 Terima Saja 

Walaupun sebagai usaha Individu dan kelompok 
suatu waktu menyatakan sebagai kehendak Tuhan 
itu bagus, jadi terimalah... 
Kini juga sebagai usaha individu dan kelompok 
tetapi bersungut dan bersumpah bahkan berani memalingkan kuasa Tuhan 
patut disesalkan, maka bersungutlah terus atau terima... 


 --==oo0oo==-- 


 Aku sudah tidak bilang Norak lagi 

Aku sudah tidak bilang norak lagi, sumpah... 
sudah kusampaikan permintaan maafku kepada tanah yang ku pijak 
pada tempatku bersemedi merapal mantera adiluhung 
bumi semakin gonjang-ganjing, melebihi panasnya wedus gembel 
bahkan kata maafku tidak dapat menanggung gejolak alam 
munajatku sudah kuterjemahkan dengan bahasa sastra  
bahkan dengan kromo inggil aku bersimpuh 
namun tetap sang adidaya telah memberangus meringkus 
kini, dinginnya ruang ber jeruji besi kurasakan 
barangkali itulah penghapus dosa yang setimpal 
Itu baik untukku, ucap beberapa punggawa 
agar semuanya menjadi lega agar nyawa tidak terancam

Walau aku tidak dapat merapal manteraku lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda